Jakarta, CNN Indonesia -- Peneliti
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan bahwa
Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap dapat menggunakan
peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan anggota DPR dan DPRD meski
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menolak mengundangkan.
Menurut Fadli, pelaksanaan Pemilu tetap harus diprioritaskan daripada menunggu PKPU diundangkan sesuai kemauan Kemenkumham.
Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly berencana menolak mengundangkan draf PKPU pencalonan anggota legislatif lantaran ada norma yang bertentangan dengan undang-undang, yakni soal mantan napi korupsi dilarang mendaftar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KPU sahkan saja aturan itu, kalau memang Kemenkumham tak mau mengundangkan," ucap Fadli kepada
CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Rabu (6/6).
Fadli menganggap PKPU tetap sah digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pemilu meski tidak diundangkan oleh Kemenkumham. Menurutnya, Segala pertanggungjawaban penggunaan PKPU itu, baik dari segi formil dan materil, KPU yang akan menanggung. Bukan pihak atau lembaga lain.
Mengenai nomor PKPU, Fadli mengatakan KPU hanya tinggal memberikan nomor menyesuaikan nomor terakhir yang dipakai.
"Kemenkumham justru nanti yang akan jadi sorotan, dan akan sangat dipertanyakan, atas dasar apa kewenangan penolakan pengundangan itu? Enggak ada," ucap Fadli.
Fadli lalu menjelaskan bahwa ada aspek lain yang seharusnya lebih diutamakan perihal polemik larangan eks koruptor menjadi caleg. Aspek lain yang dimaksud yakni soal penyelenggaraan Pemilu serentak 2019 yang akan segera dimulai.
Diketahui, masa pendaftaran anggota DPR, DPRD, DPD, capres dan cawapres dibuka pada pertengahan Agustus mendatang. Dengan kata lain, waktu yang tersisa hanya tinggal dua bulan.
Bagi Fadli, pengundangan PKPU hanya sebatas mekanisme administratif untuk dicatatkan dalam lembaga negara yaitu Kemenkumham. Karenanya, lebih baik KPU tetap menggunakan PKPU yang melarang eks koruptor menjadi caleg meski Kemenkumham menolak mengundangkan.
Dia menilai hal tersebut akan tetap sah untuk dijadikan pedoman pelaksanaan Pemilu.
"Kalau Kemenkumham tak mau mengundangkan, kepentingan yg lebih besar harus di selamatkan, yakni tahapan pencalonanan anggota legislatif.
Pengesahannya tetap di KPU," katanya.
Terpisah, Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Veri Junaidi menyarankan agar Kemenkumham mengundangkan PKPU yang diajukan KPU. Dia menjelaskan bahwa KPU berwenang membuat peraturan pelaksanaan Pemilu. Kemenkumham, dalam konteks ini, hanya bertugas untuk mengundangkan.
"Oleh karena itu Tidak ada alasan bagi Kemenkumham untuk menolak PKPU," katanya.
 Ketua KoDe sarankan Kemenkumham mengundangkan PKPU yang diajukan KPU. (CNN Indonesia/Bimo Wiwoho) |
Veri juga menilai Kemenkumham tidak perlu mempersoalkan substansi dari PKPU yang akan diundangkan. Sekali lagi, dia mengatakan, KPU memiliki wewenang penuh untuk menetapkan aturan main penyelenggaraan Pemilu.
"Kalau memang nantinya dianggap tidak tepat kan tinggal mengujinya ke MA," ucapnya.
Sebelumnya, KPU memuat larangan mantan napi korupsi menjadi caleg DPR dan DPRD dalam draf PKPU. Iktikad itu menuai banyak penolakan. Dari Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri, Kemenkumham, Bawaslu, hingga Presiden Joko Widodo.
KPU bersikukuh untuk jalan terus. Mereka tidak menghapus norma tersebut dari draf PKPU. KPU lalu menyerahkan draf PKPU itu ke Kemenkumham untuk segera diundangkan. Hingga kini, Kemenkumham masih mengkaji isi dari PKPU sebelum memutuskan mengundangkan atau tidak.
(dal/gil)