Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua DPP
PDI Perjuangan bidang Pemenangan Pemilu Bambang Dwi Hartono membantah tudingan dialamatkan kepada Presiden
Joko Widodo, yang dianggap menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan politik di Pilkada Serentak 2018.
Dia menyangkal pernyataan Presiden ke-6 RI sekaligus Ketua Umum Partai Demokrat,
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), soal aparat negara yang berpotensi tak netral dalam Pilkada serentak 2018.
Bambang menyatakan pernyataan SBY itu justru telah merendahkan hak pilih yang melekat pada masyarakat, dan sebagai bentuk kepanikan. Bahkan dia mengungkit soal sejumlah kejanggalan dalam Pemilu 2009 silam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pak Jokowi tidak pernah menyalahgunakan kekuasaan. Berbeda dengan yang sebelumnya. Siapa yang di belakang tim Alpha, Bravo dan Delta? Siapa yang menggunakan KPU yang seharusnya netral dan dijadikan pengurus partainya? Siapa yang memanipulasi IT sehingga Antasari dipenjara?" kata Bambang dalam penyataan tertulis resmi yang diterima CNNIndonesia.com pada Rabu (20/5).
Selain itu, dia juga menyindiri soal pihak yang diduga memanipulasi DPT sehingga kursi di Pacitan pada pemilu 2014 berkurang drastis dibanding 2009. Bambang juga menyinggung soal Dana Bansos yang dimulai di era pemerintahan SBY.
Sebaliknya, Bambang menuduh kecurangan dalam Pilkada serentak 2018 justru berasal dari kubu SBY. Ia menuding Pilkada di Jawa Timur saat ini dikotori oleh praktik penyalahgunaan Program Keluarga Harapan, yang diklaim sebagai program milik pasangan calon Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak yang diusung oleh Partai Demokrat.
"Itu sama saja penggunaan dana rakyat untuk kepentingan pribadi. Banyak bukti di lapangan terkait penyalahgunaan PKH. Ini yang seharusnya dikritik Pak SBY," kata dia.
Tak berhenti sampai di situ, Bambang juga mengatakan PDIP memiliki pengalaman buruk saat perhelatan Pilkada Bali pada 2013 lalu. Dia menyatakan aparat pemerintah di bawah kendali SBY turut campur demi meraih kekuasaan.
"Saat itu alat negara diterjunkan hanya karena ambisi kekuasaan. Jadi, siapa yang punya sejarah gelap menggunakan kekuasaan? Pak SBY jangan lempar batu sembunyi tangan," ujarnya.
Melihat hal itu, Bambang meminta agar SBY melakukan introspeksi diri ketimbang menyalahkan pihak lain tanpa adanya bukti yang kuat. Ia meminta agar semua pihak dapat membangun suasana Pilkada serentak 2018 dengan kondusif. Ia menyarankan agar masyarakat sendiri yang dapat memilih siapa yang menjadi pemimpin sesuai kehendaknya.
"Rakyat mencari pemimpin yang kuat secara kultural, berpengalaman serta tidak ambisius dalam mengejar jabatan," ujar Bambang.
Sebelumnya, SBY melontarkan kritik kepada penguasa. SBY menganggap saat ini banyak penguasa tidak berpihak pada rakyat dan melampaui batas.
Hal itu disampaikan Presiden RI ke-6 itu melalui akun Twitter resminya, @SBYudhoyono.
"Saya perhatikan, banyak penguasa yang lampaui batas sehingga cederai keadilan dan akal sehat. Mungkin rakyat tak berdaya, tapi apa tidak takut kepada Tuhan, Allah SWT?" kata SBY, Senin (18/6) lalu.
Selain itu, Demokrat baru saja menyampaikan kritik kepada pemerintah terkait pelantikkan Komisaris Jenderal (Komjen) Iriawan sebagai penjabat (Pj) Gubernur Jabar. Kepala Divisi (Kadiv) Advokasi Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean mempertanyakan keputusan Pemerintah mengangkat perwira polisi itu sebagai orang nomor satu di Jabar.
Demokrat, kata Ferdinand, telah menolak upaya pengangkatan anggota Korps Bhayangkara sebagai pelaksana tugas (Plt) gubernur sejak ramai diperdebatkan awal tahun lalu.
(ayp/sur)