ANALISIS

Pertaruhan Pamor Ridwan Kamil Vs Gerilya Sudrajat-Syaikhu

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Kamis, 28 Jun 2018 07:30 WIB
Duet Ridwan Kamil-Uu dianggap terlalu mengandalkan pamor, ketimbang Sudrajat-Syaikhu yang getol bergerilya untuk mendulang suara di Pilgub Jabar 2018.
Pasangan cagub dan cawagub Jawa Barat, Sudrajat-Ahmad Syaikhu. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Calon Gubernur Jawa Barat nomor urut satu, Ridwan Kamil, unggul di sejumlah hasil hitung cepat (quick count) Pilgub Jabar 2018 yang digelar kemarin. Perolehan suara yang didapat untuk sementara mengalahkan tiga pasangan calon lain, yakni Tubagus Hasanuddin-Anton Charliyan, Sudrajat-Ahmad Syaikhu, dan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi.

Hasil ini tak terlalu mengejutkan. Sejak awal sejumlah lembaga survei telah memperkirakan pria yang akrab disapa Emil itu dan pasangannya, Uu Ruzhanul Ulum, bakal unggul.

Di sisi lain, duet Sudrajat-Syaikhu berhasil mencuri perhatian. Mereka selama ini berada di posisi buncit dalam hasil survei, ternyata bisa melesat mengungguli kandidat unggulan lain, yakni Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari hasil survei Indo Barometer, pasangan yang dikenal dengan slogan Asyik itu meraup suara sebanyak 28,54 persen dari seratus persen suara yang masuk. Hasil itu selisih tipis dengan pasangan Emil-Uu yang meraih 32,40 persen, disusul duo Deddy-Dedi sebesar 26,10 persen, dan duet Hasanuddin-Anton di posisi paling buncit dengan 12,95 persen.


Tingginya perolehan suara Sudrajat-Syaikhu dinilai tak lepas dari kinerja partai pendukung yang gencar menjelang pemilihan. Untuk diketahui, pasangan nomor urut tiga ini mendapat dukungan dari Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Pengamat politik Universitas Padjajaran Firman Manan meyakini gerakan masif yang dilakukan pendukung Sudrajat-Syaikhu di masa tenang pada 24 hingga 26 Juni lalu efektif mendongkrak perolehan suara.

"Kita tahu teman-teman PKS ini luar biasa militan. Kampanye memang berhenti pada 23 Juni dan ada masa tenang. Tapi nyatanya pergerakan di lapangan ini luar biasa, door to door langsung ke pemilih," ujar Firman kepada CNNIndonesia.com.

Selain bergerak langsung, Firman menilai perolehan suara Sudrajat-Syaikhu juga dikarenakan geliat pendukungnya di media sosial. "Di media sosial, perang udara luar biasa dan sepertinya yang mendominasi itu pendukung dari pasangan Asyik," katanya.
Pertaruhan Pamor Ridwan Kamil Vs Gerilya Sudrajat-SyaikhuSudrajat dan Ahmad Syaikhu saat debat Pilgub Jabar 2018. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)


Sejumlah isu negatif yang menyerang paslon lain juga diyakini Firman sedikit banyak memengaruhi pilihan masyarakat Jabar. Termasuk Emil yang sempat 'digoyang' dengan isu dukungan terhadap kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT).

"Dari sekian banyak, isu tentang politik identitas dan 2019 ganti presiden itu memang terus digaungkan dan kelihatannya efektif hingga akhirnya membuat masyarakat Jabar terpengaruh," ucap Firman.

Firman menyatakan faktor pemilih mengambang di Jabar juga berhasil dimanfaatkan oleh duet Sudrajat-Syaikhu. Karena jumlahnya memang cukup tinggi. Dari beberapa hasil survei terakhir menunjukkan jumlah masyarakat yang belum menentukan pilihan mencapai angka 20 hingga 30 persen. Menurut Firman, masyarakat yang belum menentukan ini biasanya baru memastikan pilihan di menit-menit terakhir pencoblosan.

"Kita tahu ketika bicara swing voters di Jabar ini mereka akan menentukan pilihan di saat terakhir, bahkan mungkin ketika mencoblos. Maka hari terakhir itu akan sangat menentukan," katanya.

Pasangan Cagub dan Cawagub Jawa Barat, Ridwan Kamil-Uu Ruhzanul Ulum. (CNN Indonesia/Tiara Sutari)

Berbeda dengan Sudrajat-Syaikhu, Firman menilai kemenangan pasangan Emil-Uu sudah ditentukan oleh sosok Emil yang menjadi favorit sejak menjadi wali kota Bandung. Namun, karena terlalu mengandalkan pamor seseorang, menurut dia justru kinerja partai pendukung pasangan Rindu, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Hanura, dan Partai Nasdem, tidak optimal.

"Kalau Ridwan Kamil sudah diprediksi sejak awal memang selalu unggul nomor satu. Ini soal popularitas, kemudian rekam jejak, ditambah tentu ada faktor Pak Uu yang mendorong," katanya.

Pendapat senada disampaikan pengamat politik Idil Akbar. Menurutnya, kenaikan perolehan suara pasangan Asyik murni berasal dari kinerja mesin partai, khususnya PKS, selama tiga hari masa tenang jelang pencoblosan.

"Kalau melihat karakter mesin partai PKS, mereka selalu menjaga soliditas cukup tinggi. Kinerja politik mereka luar biasa, militansinya, jaringan yang mereka buat, mulai dari pengajian sampai kegiatan sosial membuat pasangan Asyik dianggap layak dicoblos," kata Idil.


Lemahnya figur dan program yang ditawarkan pasangan tersebut, kata Idil, yang akhirnya membuat mesin partai bekerja dengan maksimal. Hal ini berbeda dengan Emil-Uu yang unggul karena faktor ketokohan.

Meski demikian, Idil melihat jumlah perolehan suara yang didapatkan Emil-Uu justru merosot dibandingkan dengan hasil survei beberapa waktu lalu.

"Ridwan Kamil sebetulnya dari survei menurun, terakhir di angka 36 sampai 38 persen sekarang 32 persen di quick count. Ini bisa saja karena ada pemilih yang beralih ke calon lain, tapi dia tetap unggul karena citra diri yang sudah sejak lama dibangun," ucapnya.

Kedekatan Emil dengan pemilih dari kalangan generasi milenial juga diyakini Idil menjadi faktor yang membuatnya unggul ketimbang calon lain. Tercatat dari hasil sejumlah lembaga survei, kata dia, 56 persen generasi milenial di Jabar menjatuhkan pilihan kepada pasangan Emil-Uu.
Pertaruhan Pamor Ridwan Kamil Vs Gerilya Sudrajat-SyaikhuRidwan Kamil saat berdebat dengan TB Hasanuddin di Pilgub Jabar 2018. TB Hasanuddin telah menyelamati Ridwan atas hasil quick count. (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)


Sementara kekalahan duet Deddy-Dedi, menurut Idil, lebih disebabkan permasalahan internal yang terjadi di antara keduanya. Sejak awal pasangan yang diusung Partai Golkar dan Demokrat itu dinilai terlalu dipaksakan. Padahal keduanya dianggap punya kekuatan sebagai figur yang banyak dikenal publik.

"Ya itu menjadi penyesalan kenapa kemudian begitu. Kesannya memang dipaksakan, daripada tidak maju begitu," ujar Idil.

Alasan serupa juga menjadi penyebab gagalnya duet Hasanuddin-Anton. Pasangan yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu selalu menempati posisi terkecil dari sejumlah hasil jajak pendapat lembaga survei.

Menurutnya, tak menutup kemungkinan hasil perolehan suara terhadap Emil-Uu akan digugat Sudrajat-Syaikhu ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika selisihnya 0,5 persen. Sesuai ketentuan gugatan di MK, hasil perolehan suara pilkada dapat digugat jika selisih 0,5 persen.

Meski begitu, Idil meyakini hasil hitung cepat tak akan berbeda jauh dengan penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Patut dinantikan apakah drama Pilgub Jabar akan berlanjut, atau berhenti pada penghitungan versi KPU 9 Juli mendatang.

(ayp/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER