ANALISIS

Menakar Peta Politik Pilpres 2019 Usai Pilkada Serentak

Joko Panji Sasongko | CNN Indonesia
Jumat, 29 Jun 2018 06:59 WIB
Meski partai koalisi pemerintah unggul dalam sejumlah pemilihan kepala daerah, tetapi gerilya kelompok oposisi berhasil mencuri suara.
Meski partai koalisi pemerintah unggul dalam sejumlah pemilihan kepala daerah, tetapi gerilya kelompok oposisi berhasil mencuri suara. (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2018 selesai dilaksanakan di 171 daerah di Indonesia. Hasil sementara hitung cepat lembaga survei menunjukkan sejumlah calon kepala daerah yang diusung oleh partai-partai koalisi pemerintah Joko Widodo mendapat hasil positif.

Khusus kategori Pilgub, PAN dan NasDem keluar sebagai juara dengan persentase kemenangan sebesar 58,8 persen. Selain itu, Hanura dan Golkar juga sama-sama memperoleh kemenangan sebesar 52,9 persen.

Partai koalisi yang lain, yakni PPP sebesar 41,2 persen dan PKB sebesar 35,3 persen. Sementara PDIP selaku partai pengusung Jokowi justru berada di posisi buncit dengan perolehan 23 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Di sisi lain, hasil buruk dialami oleh Gerindra selaku parpol oposisi pemerintah. Partai yang pimpin Prabowo Subianto itu hanya mengantongi kemenangan sebesar 17,6 persen. Sementara sekutunya, PKS, lebih baik dengan 41,2 persen.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin mengatakan kemenangan calon kepala daerah yang diusung atau didukung oleh parpol koalisi pemerintah memberi harapan bagi kesuksesan Jokowi di Pilpres 2019.

Menurutnya, Jokowi secara otomatis akan mendapat dukungan sumber daya politik lebih banyak ketimbang pada pemilu sebelumnya.

"Ada harapan Pak Jokowi kembali memenangkan Pilpres," ujar Ujang kepada CNNIndonesia.com, Rabu (27/6) lalu.


Ujang menuturkan salah satu alasan Jokowi bakal kembali menang, yakni karena parpol koalisi pemerintah memenangkan semua Pilgub di Pulau Jawa, yakni Pilgub Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Ketiga wilayah itu, kata dia, mewakili setengah lebih jumlah pemilih nasional di Pilpres 2019.

Berdasarkan data KPU, jumlah pemilih di tiga provinsi itu mencapai 89,4 juta pemilih atau lebih dari setengah jumlah pemilih nasional yang mencapai 152,8 juta pemilih. Jumlah tersebut menjadi jaminan kemenangan seorang capres jika berhasil dikuasai.

"Intinya ketika melihat peta kekuatan politik di Pilkada serentak tahun 2018 seperti melihat Pilpres," ujarnya.

Lebih lanjut, Ujang memaparkan kemenangan parpol koalisi pemerintah di lumbung suara pemilih bakal mempermudah Jokowi untuk membangun dukungan. Jokowi dianggap dapat menggerakan para kepala daerah terpilih untuk meyakinkan pemilih untuk memilih Jokowi.


Kepala daerah, kata dia memiliki peran vital karena dapat mengakses seluruh elemen masyarakat di daerahnya. Bahkan, hal tersebut semakin berdampak positif ketika dikolaborasikan dengan dukungan program yang yang digagas Jokowi selama menjabat.

"Maka tidak heran para capres konsen terhadap daerah yang menjadi lumbung suara," ujar Ujang.

Meski ada kemungkinan menang, Ujang mengingatkan Jokowi untuk tetap mengantisipasi kekuatan parpol oposisi. Sebab, dia melihat sejumlah calon kepala daerah yang didukung oleh parpol oposisi kalah tipis dari calon yang dijagokan parpol koalisi.

Dua daerah yang perlu mendapat perhatian, kata Ujang, adalah Jabar dan Jateng. Di Jateng, pasangan Sudirman Said-Ida Fauziah yang dijagokan oleh Gerindra tampil mengejutkan karena meraup lebih dari 40 persen suara.

Sementara di Jabar, pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu yang semula tidak diunggulkan justru menjadi pemenang kedua, menurut hasil hitung cepat sementara sejumlah lembaga survei.


Bahkan, ia memprediksi Jokowi hanya unggul tipis jika Prabowo jadi mencalonkan diri sebagai presiden di Pilpres 2019.

"Ketika terjadi perbedaan tipis artinya mencerminkan masyarakat yang independen. Apa hubungannya dengan Prabowo dan Jokowi di Pilpres 2019? Kalau saya amati hasilnya tidak akan jauh berbeda, akan tipis juga," ujarnya.

Lebih dari itu, ia menyarankan oposisi memaksimalkan kampanye di media sosial, media massa, dan terjun langsung ke masyarakat. Cara itu terbilang ampuh untuk mengganjal laju calon petahana yang memiliki segudang sumber daya.


"Mau tidak mau yang dibangun oposisi yaitu menyerang di udara dan darat. Meyakinkan masyarakat bahwa jika parpol oposisi akan bekerja lebih nyata dari incumbent jika menang," ujar Ujang. (ayp)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER