ANALISIS

Pencapresan JK Berpotensi Jadi Batu Sandungan Jokowi

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Selasa, 03 Jul 2018 18:07 WIB
Jusuf Kalla bisa menjadi ancaman serius untuk Joko Widodo jika ikut bertarung di Pilpres 2019.
Jusuf Kalla bisa menjadi ancaman serius untuk Joko Widodo jika ikut bertarung di Pilpres 2019. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wacana pencalonan presiden dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang mengemuka beberapa waktu terakhir ini dinilai bisa jadi satu godaan bagi Jusuf Kalla. Godaan yang tentunya sama pada Pilpres 2009 silam, ketika JK maju capres berpasangan dengan Wiranto.

Wacana itu dinilai menjadi godaan karena JK tidak mungkin lagi mencalonkan sebagai cawapres kedua kali bersama Jokowi di Pilpres 2019. Secara peraturan, JK sudah dua kali maju untuk jabatan wapres, yakni pada 2004-2009 dan 2014-2019.

Analis sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun mengatakan JK benar-benar harus mempertimbangkan godaan itu sebelum memutuskan menerimanya atau tidak. Salah satu pertimbangannya, bagaimana agar kekalahan 2009 saat dia maju capres tidak terulang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Peluangnya tentu menggoda JK. Menurut saya, JK tidak mau mengulangi kekalahan seperti menimpanya pada 2009 saat berpasangan dengan Wiranto," kata Ubed kepada CNNIndonesia.com.

Pada 2009, JK-Wiranto harus menelan kekalahan dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono serta Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto. Pemilu pada waktu itu dimenangkan SBY-Boediono untuk periode 2009-2914.

Ubed berpendapat, banyak hal yang harus dipikirkan JK terlebih dahulu sebelum kembali nyapres. Salah satunya adalah partai pengusung sebagai pintu masuk pencalonan.

Saat ini, wacana JK nyapres masih hanya disuarakan Partai Demokrat setelah pertemuan JK bersama Ketua Umum Partai Demokrat SBY beberapa waktu lalu.

Jika pada Pilpres 2004, JK mendampingi SBY sebagai wapres, dalam Pilpres 2019 JK diwacanakan Partai Demokrat sebagai capres dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapresnya.
Godaan Pencapresan JK dan Batu Sandungan JokowiJusuf Kalla harus memikirkan secara matang niat maju capres 2019. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)

Ubed berpendapat JK akan lebih mudah mengambil keputusan apabila syarat awal pencalonan melalui parpol sudah jelas dan terpenuhi.

"Jika dukungan partai jelas dan peluang kemenanganya tinggi, kemungkinan JK menerima maju jadi calon Presiden," tutur Ubed.

Hal serupa disampaikan Pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada Wawan Masudi. Menurutnya, peta suara pemilih menjadi satu poin yang harus diperhatikan JK sebelum membulatkan keputusan maju capres.

Dalam Pilpres 2009, JK-Wiranto berada di urutan buntut dengan perolehan suara sekitar 12,41 persen. Itu juga berasal dari Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara yang notabene memang 'wilayahnya' JK.

Pulau Bali menjadi kantung suara Megawati-Prabowo. Sedangkan Kawasan Sumatera, beberapa bagian Jawa, hingga Papua saat itu memberikan kemenangan kepada SBY-Boediono.

"Pak JK menghitung seberapa kuat dukungan politik beliau di cluster suara lain seperti Jawa dan Sumatera. Hal ini harus dilihat karena JK kan sudah pernah coba ketika melawan SBY dan dia lemah di wilayah-wilayah itu," ucap Wawan.
Jika Tergoda Maju Capres, JK Jadi Batu Sandungan JokowiWacana duet JK-AHY di Pilpres 2019 mulai bergulir jelang pendaftaran capres di KPU. (CNN Indonesia)
Jokowi Harus Siap Kehilangan Suara

Di sisi lain majunya JK menjadi capres akan menjadi ancaman untuk calon lain, yakni Jokowi yang pada Pilpres lalu berpasangan dengan JK.

Ubed menilai Jokowi sebagai calon petahana harus bersiap apabila JK membulatkan tekadnya kembali nyapres tahun depan. Perpecahan dan pergeseran suara diyakini terjadi apabila nantinya Jokowi harus bertarung dengan JK.

"Pilpres 2019 nanti berebut pemilih, maka tentu mengancam posisi Jokowi karena pemilih dari Indonesia Timur dan pemilih Golkar bisa bergeser memilih JK," kata Ubed.

JK memang selama ini dikenal sebagai 'pemilik' kantung suara daerah-daerah bagian Indonesia Timur, terutama Sulawesi. Dalam Pilpres 2014, Jokowi-JK 'menguasai' Sulawesi, kecuali Gorontalo yang menjadi basis suara Prabowo.

Tak hanya itu, JK diyakini memiliki pendukung di akar rumput Golkar, partai yang sesungguhnya telah mendeklarasikan dukungan bagi Jokowi dalam Pilpres 2019.

Karena itu, peluang pergeseran suara yang tadinya sudah 'diamankan' Jokowi bisa sangat terjadi, meski presentasenya belum dapat dipastikan berapa.

"Tentu akan berdampak pada bergesernya pemilih (Jokowi) meski tidak ada kepastian berapa persen pemilih Golkar yang akan bergeser ke JK," ucapnya.

Pandangan serupa disampaikan Wawan Masudi. Jokowi harus paling bersiap diri dan bekerja keras memenangkan Indonesia Timur apabila JK berdiri sendiri dan tak lagi mendukungnya.

"Terancamnya mungkin konteksnya seperti itu secara teritorial, Pak Jokowi harus bekerja lebih keras di Indonesia Timur," ujar Wawan.
Godaan Pencapresan JK dan Batu Sandungan JokowiJusuf Kalla bisa menjadi ancaman serius untuk Jokowi jika maju capres 2019. (ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf)

Wawan turut mengingatkan mantan Ketua Umum Golkar ini juga identik dengan umat Muslim karena menjabat Ketua Dewan Masjid Indonesia.

"Jadi tergantung juga nanti kekuatan politik Islamnya seperti apa dan itu sangat ditentukan pasangan Pak Jokowi juga," katanya.

Kendati demikian, ia berpendapat Pilpres 2019 akan menjadi sangat menarik dan layak ditonton apabila Jokowi akan berhadapan dengan JK.

Menurutnya, JK akan sangat mungkin maju di Pilpres meski selama ini masih beralasan ingin beristirahat dan menginginkan yang muda maju. Politik, kata Wawan, merupakan proses yang cair dan sunyi.

Di sisi lain, hingga saat ini belum ada tokoh selain Jokowi yang terang-terangan sedang mempersiapkan diri maju nyapres dan memilih calon pendampingnya dalam pertarungan.

"Jadi kalau angin politik berubah tiba-tiba, Pak JK menjadi capres dan lawannya hanya Jokowi dan tentu itu akan sangat menarik dilihat ke depan," ujar Wawan.
(osc/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER