Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman memastikan larangan eks koruptor maju sebagai caleg sudah berlaku setelah PKPU Nomor 20 Tahun 2018 ditetapkan. Arief berharap penolakan terhadap peraturan itu tak lagi muncul di muka publik.
"Cuma saya berharap perbedaaan itu tidak boleh diperdebatkan di luar, kalau ada yang berbeda, tidak setuju, ruangnya ada di Mahkamah Agung," ujar Arief setelah menghadiri acara halal bi halal di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (4/7).
Arief mengaku tidak mempersoalkan penolakan sejumlah pihak atas penerbitan peraturan tersebut. Namun ia meminta mereka yang menolak aturan itu tidak memutuskan sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nanti semua orang ada yang setuju dan tidak setuju berdebat terus. Biarkan saja ruang yang disediakan UU ini menentukan benar atau tidak," imbuhnya.
PKPU No. 20 tahun 2018 yang memuat larangan mantan narapidana menjadi calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota sah berlaku untuk Pemilu 2019. PKPU tersebut sah karena telah diundangkan di Kementerian Hukum dan HAM dalam berita negara.
Sejumlah pihak mulai dari DPR, Kemenkumham,dan Bawaslu diketahui menentang PKPU ini lantaran dianggap menyunat hak seseorang dalam berpolitik juga dinilai tidak ada dalam peraturan yang lebih tinggi, yakni UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
"Ini kok KPU enggak paham, ya. Apa enggak ada sarjana hukumnya itu? Saya dengar Bawaslu juga sudah protes. Karena ini enggak benar. Sudah websitekena hack, IT enggak ngerti, hukum enggak ngerti. Apa enggak mencemaskan pemilu kalau kaya gini KPU-nya?" tutur Fahri Hamzah menyikapi keberadaan larangan koruptor sebagai caleg pada Selasa (3/7) di gedung DPR.
Arief menyatakan pihaknya siap menerima gugatan di MA. Ia pun bersyukur ada beberapa pihak yang membela kebijakan tersebut.
"Kami bersyukur Muhammadiyah menjadi bagian yang setuju atas ide KPU dan tadi malam Kemenkumham bisa menyetujui dan mengundangkan peraturan KPU itu ke dalam berita negara," ujar Arief dalam pidato singkatnya di mimbar halalbihalal PP Muhammadiyah.
Tak Perlu AngketDi tempat yang sama, Ketua Umum PAN Zulkfili Hasan mengatakan dirinya menghormati kebijakan KPU itu. Kalaupun memang tak setuju, Zulhas berpendapat tinggal mengajukannya ke Bawaslu.
"Orang dihukum macam-macam. Ada yang tipikor, masalah perdagangan, sengketa, bila tak puas ada Bawaslu," kata Zulhas.
Itu sebabnya menurut Zulhas wacana pengajuan hak angket oleh DPR terkesan berlebihan dan mengada-ada. Menurutnya hak angket lebih tepat ditujukan kepada Presiden, bukan ke lembaga seperti KPU.
Sementara itu, di tempat terpisah, Ketua DPR Bambang Soesatyo meyakini eks koruptor tidak akan korupsi jika terpilih menjadi anggota legislatif. Hal itu menanggapi berlakunya Peraturan KPU Nomor 20/2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
"Malah saya bisa menjamin orang yang pernah melakukan kesalahan tidak akan mengulangi kesalahan," ujar Bamsoet di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (4/7).
Bamsoet justru menilai pihak yang belum pernah terlibat korupsi berpotensi melakukan tindakan pidana tersebut. Sebab ia mengaku tidak ada hal yang menjamin seseorang tidak korupsi.
"Apakah bisa jamin yang tidak pernah mengalami itu kemudian menjadi tidak korupsi? Kalau ada jaminan itu saya yang pertama menyetujui," ujarnya.
Lebih lanjut, Bambang mengaku menerima informasi eks koruptor masih berpotensi menjadi caleg, yakni lewat penandatangan pakta integritas. Selain itu, eks koruptor masih bisa menjadi caleg jika mengikuti prosedur yang dibuat dalam PKPU, yakni mengumumkan diri sebagai eks koruptor kepada publik.
Namun, Bamsoet mengaku kedua ruang bagi eks koruptor itu akan dipastikan kembali dalam rapat konsultasi antara pihak terkait pada Kamis (5/7) di Gedung DPR, Jakarta.
"Besok itu kita berupaya untuk ada kepastian hukum dan menghindari ketidakpastian dalam pelaksanaan pendaftaraan caleg," ujarnya.
Sementara itu, Bamsoet mengklaim penilaiannya kepada eks koruptor bukan bentuk keberpihakan atau untuk kepentingan elektoral partai. Ia mengatakan hal itu semata-mata untuk menjalankan amanat UUD.
Dalam UUD, ia menyebut, setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih. Jika ada warga negara yang tidak memilki hak politik, ia berpendapat hal itu hanya bisa diputuskan oleh pengadilan.
"Kami hanya melaksanakan UU. Tidak boleh ada warga negata yang dirampas hak-hak politiknya oleh siapapun. Itu bunyi UU," ujar Bamsoet.
Meski menilai bertentangan dengan UU, Bamsoet mengaku akan mematuhi aturan tersebut. Sebab, PKPU sudah resmi berlaku.
"Kalau memang pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM sudah mengundangkan PKPU, maka semuanya harus patuh," ujar Bamsoet.
Lebih dari itu, Wakil Ketua Bidang Pratama DPP Golkar ini mengaku partainya masih menginventarisasi seluruh caleg yang mendaftar. Sejauh ini, ia mengklaim belum menerima informasi ada caleg Golkar berlatar belakang eks koruptor.
(kid/gil)