Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah menjalani proses pemeriksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Aceh
Irwandi Yusuf sebagai tersangka kasus dugaan suap pengucuran Dana Otonomi Khusus Aceh 2018.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menemukan indikasi bancakan yang dilakukan oleh Irwandi Yusuf dan oknum pemerintah Aceh terhadap Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA). Menurut Basaria, DOKA tahun anggaran 2018 yang dikelola Aceh untuk Kabupaten/Kota di Provovinsi Aceh sebesar Rp8 triliun.
"Dana Rp8 Triliun yang seharusnya menjadi hak masyarakat Aceh justru menjadi bancakan dan dinikmati sebagian oknum pemerintah Aceh," kata Basaria dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (4/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Basaria, Aceh merupakan salah satu daerah yang karena DOKA yang dikelolanya menjadi salah satu prioritas pendampingan KPK dalam upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola pemerintahan.
Dalam kasus ini, Bupati Bener Meriah Ahmadi memberikan uang sebesar Rp500 juta yang merupakan bagian dari Rp1,5 miliar yang diminta Irwandi Yusuf terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari DOKA pada Provinsi Aceh tahun anggara 2018.
Menurut Basaria, pemberian tersebut merupakan bagian dari komitmen
fee 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di pemerintah Aceh dari setiap proyek yang dibiayai DOKA.
"Pemberian kepada Gubernur dilakukan melalui orang-orang dekat Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah yang bertindak sebagai perkara," ungkapnya.
Basaria mengungkapkan Irwandi turut diciduk dalam operasi tangkap tangan pada Selasa (3/7) malam dan diboyong buat menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta.
"KPK meningkatkan status perkara ke penyidikan dan menetapkan empat orang sebagai tersangkan. Yaitu IY (Irwandi Yusuf), HY (Hendri Yuzal), dan TSB (Syaifulo Bahri) sebagai penerima dan AMD (Ahmadi) sebagai pemberi," kata Basaria.
Selain Irwandi, KPK turut menetapkan Bupati Bener Meriah Ahmadi sebagai tersangka dalam kasus sama.
KPK menyatakan Irwandi, Hendri Yuzal, dan Syaiful Bahri sebagai penyelenggara negara dan penerima suap dijerat dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-Undang 31/1999 yang diubah Dengan UU 20/2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Ahmadi sebagai pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut Basaria, seharusnya dana otonomi khusus Aceh 2018 dipergunakan untuk kepentingan penduduk setempat. Namun, Irwandi malah meminta uang panjar (ijon) terkait proyek-proyek pembangunan infrastruktur bersumber dari dana otonomi khusus itu.
(dal)