ANALISIS

Vonis 'Hantu' JAD dan Perubahan Seribu Nama Kelompok Radikal

Bimo Wiwoho | CNN Indonesia
Kamis, 26 Jul 2018 08:54 WIB
JAD sebagai organisasi yang tak terdaftar hanya bisa dibubarkan lewat pengadilan. Sekalipun divonis terlarang, bukan berarti paham radikal serta merta hilang.
JAD didakwa sebagai organisasi terlarang oleh Jaksa. Dalam sidang dakwaan di PN Jaksel, JAD selaku terdakwa korporasi diwakili pimpinannya, Zainul Anshori. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) menjadi pihak terdakwa dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jaksa penuntut umum mendakwa JAD sebagai kelompok atau wadah teroris yang kerap melakukan aksi teror di Indonesia. Kini, nasib JAD dan anggotanya berada di tangan majelis hakim.

Hari ini PN Jakarta Selatan menggelar sidang dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap JAD.

Anggota JAD dianggap kerap mendalangi aksi teror, di antaranya teror bom Thamrin (Jakarta Pusat), Kampung Melayu (Jakarta Timur), dan Gereja Ouikumen Samarinda (Kalimantan Timur). Terakhir, anggota JAD melakukan aksi teror beruntun di sejumlah gereja di Surabaya.

Dalam sidang tersebut, jaksa mendakwa JAD dengan Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 sebagaimana telah direvisi menjadi Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Sementara vonis berupa pelarangan sebuah organisasi atau korporasi tercantum dalam Pasal 18 ayat (3).

"Kalau sudah dilarang siapapun yang nanti masih tetap ikut (JAD) bisa dipidana UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme," kata Jaksa Penuntut Umum Heri Jerman saat ditemui usai sidang, Selasa (24/7).

Sebuah kelompok yang menjadi terdakwa atas kasus teror sebenarnya bukan hal baru. Sebelumnya, Jamaah Islamiyah (JI) juga mengalami hal serupa. Bahkan, kelompok yang dipimpin oleh Abu Bakar Ba'asyir tersebut juga sudah mendapat vonis.

Sepuluh tahun lalu, tepatnya pada 22 April 2008, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan memvonis JI sebagai korporasi terlarang kemudian dihukum membayar denda Rp10 juta. JI juga dinyatakan bersalah lantaran melakukan tindak pidana terorisme. Beberapa anggota JI yang pernah melancarkan aksi teror antara lain Noordin M. Top, Dulmatin, Azahari, serta Hambali.

JAD, Diambang Vonis Hantu dan Bisa Bangkit dengan Seribu NamaPoster yang menampilkan foto salah satu anggota Jamaah Islamiyah, Noordin M. Top. (REUTERS/Supri)
Pembubaran Lewat Pengadilan

Kementerian Dalam Negeri angkat suara mengenai sidang yang kini dijalani JAD. Direktur Ormas pada Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Lutfi menjelaskan setiap ormas dapat mendaftarkan diri ke Kemendagri agar diakui.

Namun, Kemendagri tidak dapat memberi stempel suatu organisasi sebagai kelompok terlarang, baik terhadap organisasi yang terdaftar maupun yang tidak. Begitu pula JAD yang tidak terdaftar sebagai ormas di Kemendagri.

"Kemendagri tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan JAD sebagai organisasi terlarang," tutur Lutfi saat dihubungi, Rabu (25/7).


Selain itu, Kemendagri juga tak dapat membubarkan JAD yang tidak terdaftar secara organisasi. Pembubaran suatu organisasi yang tidak terdaftar hanya dapat dilakukan oleh pengadilan.

Lutfi mengatakan meski kini telah ada UU Terorisme yang baru, namun, tetap saja Kemendagri hanya bisa membubarkan ormas yang terdaftar.

"Jika tidak terdaftar, maka hanya pengadilan yang berwenang," tutur Lutfi.

Direktur Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menilai tidak akan banyak perubahan terhadap pergerakan jaringan terorisme meskipun JAD divonis sebagai kelompok terlarang.

Harits mengatakan aksi teror dijalankan oleh orang per orang, meskipun dikoordinasikan dalam sebuah kelompok. Akan tetapi, jika kelompok itu dicap terlarang, bukan berarti para pemilik paham radikal berhenti begitu saja.

"Selama individu-individunya ada maka nama bisa dibuat oleh mereka atau pihak di luar mereka dengan seribu nama," ucap Harits.

JAD, Diambang Vonis Hantu dan Bisa Bangkit dengan Seribu NamaPendiri JAD Aman Abdurrahman saat menjalani sidang di PN Jakarta Selatan. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Terlebih, Harits sendiri belum yakin bahwa JAD itu memang benar-benar ada secara organisasi. Karenanya putusan hakim terhadap JAD nantinya seperti vonis 'hantu', maksudnya putusan itu dijatuhkan terhadap satu kelompok yang keberadaannya secara organisasi masih bisa diperdebatkan.

"Menurut saya, keputusan tersebut seperti keputusan hantu. Artinya, nama ada tapi riil kelompok tersebut sebagai organisasi itu diperdebatkan," kata Harits.

Legitimasi Aparat Bertindak Represif

Jika PN Jakarta Selatan kelak memvonis JAD sebagai kelompok terlarang, Harits ragu akan ada gelombang aksi teror, meskipun tetap akan ada implikasi lain.

"Berpotensi makin mengkristalkan kebencian mereka terhadap rezim khususnya kepada aparat kepolisian," ucapnya.


Di sisi yang lain, Harits melihat ada potensi pihak aparat bertindak lebih berani terhadap orang yang dianggap anggota atau simpatisan JAD. Misalnya, tembak mati. Menurut Harits, hal itu sangat mungkin terjadi karena aparat akan menggunakan dalih JAD telah ditetapkan sebagai organisasi terlarang.

"Menjadi tambahan poin legitimasi untuk bertindak lebih represif terhadap semua anasir yang dianggap terkait dengan kelompok JAD," kata Harits.

Menurut Harits, harus ada peningkatan profesionalisme aparat dalam menindak terorisme. Dia mengatakan regulasi yang baru, yakni UU Terorisme, mesti diimbangi dengan peningkatan profesionalisme penegak hukum.

Selain itu, perlu pula ada suatu lembaga yang mengontrol atau mengawasi aparat khusus dalam menangani tindak pidana terorisme. Menurutnya, itu merupakan salah satu langkah konkret demi mencegah tindakan represif aparat yang tidak terkontrol.

"Harus ada semacam lembaga yang punya peran kontrol monitoring agar semua on the track sesuai dengan amanah UU Terorisme," ujar Harits. (osc/pmg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER