Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mempertanyakan keabsahan metode penelitian yang menyebut bahwa Jakarta adalah salah satu kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Menurutnya, secara historis, hari dengan udara buruk di Jakarta tidak sampai lebih dari 20 hari dalam satu tahun. Itu diketahui dengan menggunakan metode yang digunakan oleh KLHK.
Siti menyebut metode KLHK dalam mengukur kualitas udara di Jakarta adalah lewat Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP 45/MENLH/1997.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak mengerti itu siapa yang ngomong (soal kualitas udara Jakarta). Itu
dispute alat juga
dispute metode. Kalau sekarang dibilang udara di Jakarta buruk dan waspada, menurut saya itu agak aneh karena musti lihat dia pakai metode apa mengukurnya," jelas Siti di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (27/7).
Jakarta menyandang status salah satu kota paling berpolusi versi pemantau kualitas udara dari Amerika Serikat,
Air Visual pada 24 Juli.
Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta berada pada angka 182 saat itu, hanya terpaut 12 poin dari kota paling berpolusi yakni Krasnoyarsk, Rusia.
Secara umum Jakarta dari pengamatan
Air Visual menduduki peringkat ketiga kota paling berpolusi di bawah Krasnoyarsk, Rusia dan Tel-Aviv Yavo, Israel. Indeks tersebut bergerak fluktuatif setiap satu jam sekali.
Karena perbedaan metode ini, rencananya Siti akan memanggil pihak yang melakukan penelitian itu untuk meminta penjelasan secara detail. Hanya saja, ia tak menyebutkan kapan pertemuan itu akan berlangsung.
"Itu saya sudah berkali-kali minta eselon I dan II untuk panggil Greenpeace atau panggil orang-orang yang bilang udara itu jelek dan lain-lain. Itu, kan, ada cara mengukur, ada yang menghitung konsentrasi partikel P10 dan ada juga P25," jelas dia.
Menurut pantauannya di tahun 2017, hari-hari berudara buruk di Jakarta paling tidak sampai 20 hari. Bahkan, alat pemantau kualitas udara di Jakarta pun diklaim berjalan baik. Atas dasar itu Siti merasa heran jika kualitas udara Jakarta dibilang paling buruk.
"Biasanya kalau ada data yang
dispute itu saya panggil orangnya dan saya cek metodenya apa, serta datanya apa, ngambilnya kapan. Menurut saya sih data itu tidak betul," ujar Siti.
(wis)