Jakarta, CNN Indonesia --
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan turut menjerat korporasi dalam kasus dugaan suap proyek
PLTU Riau-I. Jerat korporasi bakal diterapkan jika penyidik telah mengumpulkan bukti cukup untuk menetapkan korporasi sebagai tersangka dalam perkara yang menjerat Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.
"Kita lihat mana yang paling dominan dalam kasus itu. Kalau yang paling dominan adalah orang dan korporasinya kelihatan sama-sama, maka akan dikenakan dua-duanya baik orang maupun korporasi," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (1/8).
Laode mengatakan penyidik KPK nantinya akan menentukan peran masing-masing pihak dari hasil pengusutan. Laode memastikan KPK tidak bakal memaksakan menyeret korporasi jika ternyata tidak ditemukan bukti keterlibatan mereka.
"Kalau memang ini adalah kebijakan perusahaan maka ya perusahaannya pun pasti akan diselidiki. Tetapi kalau yang dominan ini sebenarnya adalah orangnya, maka orangnya saja sudah cukup," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KPK telah menetapkan dua orang tersangka dalam perkara ini. Mereka adalah Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes B Kotjo.
Eni diduga menerima uang Rp4,8 miliar secara bertahap dari Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerja sama proyek PLTU Riau-I.
Proyek PLTU Riau-I merupakan proyek penunjukkan langsung yang diserahkan pada anak usaha PLN, PT Pembangkit Jawa Bali, sejak dua tahun lalu. Proyek ini masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017.
KPK pun sudah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus dugaan suap ini, di antaranya Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir, Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa-Bali Investasi Gunawan Y Hariyanto, serta Bupati Temanggung terpilih M Al-Khadziq.
(ayp/gil)