Jakarta, CNN Indonesia -- Demi memangkas peredaran uang tunai yang memicu penyelewengan di dalam
lembaga pemasyarakatan (lapas), Kemenkumham menerapkan sistem pembayaran non-tunai dengan menggunakan sidik jari kepada para narapidana.
Hal ini dimulai saat ia meresmikan penggunaan sistem pembayaran non-tunai Jeera Wallet untuk narapidana alias Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Rumah Tahanan Klas I Cipinang, Jakarta Timur pada Senin (30/7).
"Sistem ini utamanya adalah untuk merubah
mindset menempatkan transparansi dan akuntabilitas. Di dalam lapas tidak boleh beredar uang tunai, maka nanti kita buat
cashless. Sepertinya sulit karena belum dimulai, tapi yakinlah dengan teknologi bisa," tutur Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Sri Puguh Budi Utami, di lokasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, beredarnya uang di dalam lapas diketahui masih sering terjadi dengan dalih untuk membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari yang tak disediakan negara.
Jeera Wallet sendiri menggunakan teknologi sidik jari sebagai fitur identifikasi penggunanya. Pemilik akun akan didata identitasnya, termasuk sidik jarinya, untuk kemudian diberi akun virtual Bank BNI.
 Direktur Jendral Permasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Sri Puguh Budi Utami. ( CNN Indonesia/Ciputri Hutabarat) |
Saat ingin membeli sebuah produk, mereka cukup mendatangi toko di dalam lapas dan membayar ke kasir seperti biasa. Bedanya, pembeli hanya perlu menempelkan jarinya untuk proses identifikasi akun pembayaran. Pemotongan saldo akan dilakukan ketika identitas cocok.
Jumlah uang yang ada di dalam akun tersebut dibatasi. Maksimal pemilik akun hanya bisa menyimpan uang Rp1 juta. Keluarga bisa langsung mentransfer uang tersebut melalui akun virtual.
"Dengan demikian, tidak perlu lagi membawa uang tunai dalam penjara karena selain tidak aman juga berpotensi menjadi alat untuk penyelewengan," lanjut Sri.
Dia melanjutkan pihaknya bekerjasama dengan Jeera Foundation bekerja sama dengan Koperasi Indonesia (Kopasindo) untuk menyediakan layanan ini beserta produk-produknya di dalam lapas.
Barang yang dijual termasuk peralatan mandi, makanan, minuman sachet dan sebagainya. Sri menyebut keuntungan penjualan dari layanan ini bukan tujuan utama. Yang penting adalah membawa produk aman dan terjangkau bagi para narapidana.
Selain itu, narapidana yang memiliki produk unggulan juga akan dirangkul dan dijadikan mitra
merchant Kopasindo. Produknya juga akan didistribusikan oleh Kopasindo ke lapas lainnya di masa depan.
 Lapas Sukamiskin, tempat aksi suap jual-beli fasilitas. ( ANTARA FOTO/Novrian Arbi) |
Sri menilai hal tersebut sangat positif untuk para narapidana agar mereka bisa belajar berwiraswasta dan membantu keuangan keluarga meski berada di dalam sel.
"Mereka dapat berusaha mandiri dengan menyalurkan hasil karya dan brand mereka sendiri. Yang juga menarik adalah, seluruh solusi manajemen usaha digital ini tidak menggunakan sumber dana negara. Jadi 100 persen swadaya Jeera Foundation," kata Utami.
Selain di Cipinang, sistem ini siap diaplikasikan di Cibinong dan Nusakambangan. Jika proses evaluasi dari sistem ini berjalan lancar, sistem ini akan diaplikasikan ke semua lapas di Indonesia.
"Ini baru
try and learn. Kami akan evaluasi dalam batas waktu yang sama-sama kita sepakati, nanti akan diterapkan di lebih banyak tempat," ujar Sri.
Sejauh ini sudah ada 4 ribu penghuni lapas yang mendaftarkan dirinya. Ke depan, Utami mengaku akan memaksa warga binaan untuk mengadopsi sistem pembayaran ini agar tak terjadi pelanggaran di dalam lapas lagi.
Sebelumnya, eks Kalapas Sukamiskin ditangkap KPK karena terlibat aksi jual-beli fasilitas di lapasnya. Kemenkumham kemudian melakuakn sidak dan menyita uang tunai ratusan juta rupiah di dalam lapas.
(arh/gil)