Jakarta, CNN Indonesia -- Data dampak korban
gempa bumi 7 Skala Richter (SR) yang mengguncang wilayah Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) terus bergerak naik. Akibatnya data korban meninggal dirilis berbeda-beda dan membuat bingung masyarakat.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan data korban meninggal dunia menurut BNPB dan BPBD NTB sebanyak 131 orang untuk wilayah NTB dan Bali hingga Rabu (8/8) siang.
Namun, kata Sutopo, data laporan TNI sebanyak 381 orang meninggal dunia. Sementara itu Gubernur NTB TGB Zainul Majdi mengatakan jumlah korban meninggal dunia di NTB sebanyak 226 orang, sama dengan data yang dirilis Basarnas juga 226.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan data menurut Bupati Lombok Utara, korban meninggal dunia di Lombok Utara 347 jiwa berdasarkan pertemuan camat se Lombok Utara.
"Perbedaan angka yang besar. Apalagi data orang meninggal dunia adalah data yang sensitif dan banyak dicari media dan masyarakat. Lantas mana yang benar? Semuanya benar karena berdasarkan data dari lapangan," kata Sutopo melalui keterangan tertulis, Rabu (8/8).
Sutopo menjelaskan kejadian perbedaan data korban selama masa tanggap darurat juga pernah terjadi saat gempabumi di Sumatera Barat 2009, erupsi Gunung Merapi 2010, dan tsunami Mentawai 2010.
Kebutuhan kecepatan melaporkan kondisi penanganan bencana saat krisis diperlukan sehingga menggunakan data sendiri. Akhirnya, kata Sutopo, antara satu institusi memiliki data sendiri-sendiri dan berbeda sehingga membingungkan masyarakat.
Atas kejadian ini, Sutopo berharap semua pihak bisa menyamakan data korban bencana yang dapat disepakati di Posko Utama Tanggap Darurat Bencana. Begitu juga dalam penanganan dampak gempa Lombok. Pos Pendamping Nasional (Pospenas) melalui Dansatgas dan Wadansatgas berencana mengundang Kementerian/Lembaga dan Pemda untuk menyamakan data korban pada Kamis (9/8).
"BNPB akan mendampingi Pemda dalam pertemuan tersebut. Setelah semua data diverifikasi baru dikeluarkan dalam satu data," kata Sutopo.
Lebih lanjut, Sutopo menjelaskan sesuai regulasi yang ada, data resmi dari korban akibat bencana yang diakui Pemerintah adalah data dari BNPB dan BPBD. Data ini, kata dia, akan menjadi data resmi nasional.
"Makanya seringkali data yang keluar dari BNPB dan BPBD lambat dibanding data lain. Sebab perlu verifikasi agar valid. Penyampaian data korban bencana buka soal cepat-cepatan tetapi adalah kehati-hatian untuk menjamin data tersebut benar," pungkas Sutopo.
Berkaitan dengan hal itu media dan masyarakat, kata Sutopo, diminta tetap menggunakan data resmi dari BNPB dan BPBD NTB. Selanjutnya semua data mengacu pada Pospenas jika sudah ada kesepakatan bersama terkait data korban bencana.
(gil)