Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Penuntut Umum membeberkan peran mantan Staf Khusus Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Ali Fahmi Habsyi dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan satelit monitoring. Peran itu dibeberkan jaksa dalam sidang dakwaan mantan Anggota DPR Komisi I Fraksi Partai Golkar Fayakhun Andriadi.
Jaksa menyebut Ali berperan menghubungkan antara Direktur PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah dengan Fayakhun dalam proyek berujung suap tersebut.
Semua berawal pada pertemuan antara Ali dengan Fahmi dan Staf Operasional PT Merial Esa, Muhammad Adami Okta pada Maret 2016 lalu di Kantor Bakamla. Pada pertemuan itu Ali menawarkan proyek pengadaan satelit monitoring dan
drone Bakamla kepada Fahmi yang juga suami aktris Inneke Koesherawati itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ali menjanjikan untuk mengkomunikasikannya dengan pihak Bakamla untuk rencana pengadaan barang atau produk tersebut serta meminta komitmen fee sebesar 15 persen dari nilai pagu proyeknya," terang Jaksa Mochamad Takdir Suhan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/8).
Setelah Fahmi setuju soal fee, Ali kemudian bertemu dengan Fayakhun saat kunjungan Komisi I DPR RI ke Bakamla. Di sana Ali meminta kepada Fayakhun untuk mengupayakan penambahan alokasi anggaran di Bakamla di APBN-P tahun 2016.
Ali menjanjikan kepada Fayakhun fee sebesar enam persen dari total nilai proyek atas jasanya mengurus penambahan anggaran tersebut.
"Dalam pertemuan berikutnya, Ali Fahmi Habsyi mengatakan kepada Terdakwa bahwa nantinya akan disiapkan fee sebesar enam persen dari nilai anggaran proyek untuk pengurusan anggaran," terang Jaksa.
Selanjutnya, Fahmi berkomunikasi dengan Fayakhun untuk membicarakan soal proyek pengadaan satelit monitoring dan drone tersebut. Fayakhun kemudian 'mengawal' proyek tersebut dengan meminta imbalan komitmen sebesar satu persen, sehingga fee yang diterimanya menjadi total tujuh persen dari total anggaran.
Fahmi selanjutnya memberikan fee kepada Fayakhun US$927.756 atau Rp12.199.991.400 dengan kurs Rp13.150 per dollar AS. Fee tersebut diminta Fayakhun untuk dibayarkan dalam dua tahap.
Setelah menerima pembayaran tahap pertama, Fayakhun kemudian kembali meminta Fahmi melalui Erwin untuk melengkapi pembayaran fee satu persen tersebut. Penagihan tersebut disampaikan melalui pesan WhatsApp dengan kode tertentu.
Setelah Fayakhun menerima keseluruhan pembayaran komitmen fee tersebut, dia menugaskan stafnya Agus Gunawan untuk mengambilnya secara tunai dengan bertahap.
Fayakhun didakwa menerima suap sebesar US$911.480 atau sebesar Rp12 miliar (kurs Rp13.150 per dollar Amerika Serikat) dari Direktur PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah, terkait kasus suap proyek di Bakamla.
Jaksa menyebut uang suap atau hadiah tersebut diberikan agar Fayakhun yang kala itu anggota Komisi I DPR RI mengupayakan alokasi (plotting) penambahan anggaran Bakamla RI untuk proyek pengadaan satelit monitoring dan drone dalam APBN-P Tahun anggaran 2016.
Atas perbuatannya itu, Fayakhun didakwa dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimanatelah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
(osc)