Jakarta, CNN Indonesia -- Pascariuh dengan pemilihan bakal calon wakil Presiden, kubu
Joko Widodo dan
Prabowo Subianto kini kembali disibukkan untuk menentukan nama ketua tim pemenangan masing-masing. Beberapa kandidat dijagokan bakal menduduki posisi itu.
Di kubu Prabowo nama mantan Panglima TNI Djoko Santoso menguat untuk jadi Ketua Tim Pemenangan Prabowo - Sandiaga di Pilpres 2019.
Berbeda dengan Prabowo-Sandiaga, kubu Jokowi-Ma'ruf Amin justru masih tampak malu-malu menyebutkan nama ketua tim pemenangan. Senin (20/8) kemarin Koalisi Indonesia Kerja (KIK) yang merupakan koalisi Partai pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin mendaftarkan struktur tim pemenangan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun posisi ketua tim masih dikosongkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nama Kepala Staf Kantor Presiden Moeldoko yang sempat menguat untuk jadi Ketua Tim Pemenangan, ada di urutan kedua daftar tersebut sebagai Wakil Ketua.
Pengamat Politik dari Indobarometer, M Qodari menilai itu adalah taktik dari masing-masing kubu. Mereka bakal saling intip terlebih dulu potensi kekuatan lawan sebelum mengambil keputusan penting, termasuk soal pemilihan ketua tim sukses.
"Jokowi menunggu kubu Prabowo, begitu sebaliknya. Sama, mirip dengan yang terjadi saat pemilihan wakil, Jokowi berani ambil Ma'ruf Amin karena sudah dengar Sandiaga yang akan dimajukan sebagai wakil dari Prabowo," kata Qodari saat dihubungi
CNNIndonesia.com melalui telepon, kemarin.
Dari prediksi Qodari, jika memang Prabowo akhirnya benar-benar memilih Djoko Santoso sebagai ketua tim pemenangan, ada kemungkinan Jokowi akan memilih Moeldoko sebagai Ketua.
"Apalagi dengan pertimbangan TNI itu pintar atur strategi, bisa jadi arena tanding mantan petinggi TNI," katanya.
Qodari menilai peran ketua tim sukses sebenarnya bukan yang paling utama dalam memenangkan pilpres. Hanya saja, posisi ini ini penting untuk menjaga harmonisasi koalisi pendukung tiap pasangan calon.
"Maka akan sulit kalau yang dipilih ketua partai. Tentu akan jadi kesenjangan," katanya.
Tak hanya itu, Qodari juga menyebut Ketua Tim Sukses harus mampu mengatur strategi baik secara teori maupun teknis. Maka diperlukan orang-orang yang mahir atur strategi peperangan dalam sebuah organisasi.
"Maka tepat kalau memilihnya dari TNI. Kan anggapanya TNI jago, mahir strategi, anggaplah Pilpres ini arena perang. Kalau soal menang, variabel utamanya tentu si paslon itu sendiri," kata dia.
Sementara itu, pengamat politik dari Lingkaran Survei Indonesia, Rully Akbar justru menyebut peranan ketua tim sukses sangat membantu untuk memenangkan pasangan calon. Selain kemampuan mengatur strategi, ketua tim sukses juga harus orang yang cukup berpengaruh di masyarakat.
"Karena ketua timses ini nanti akan sering tampil ke publik, semacam mirip jubir juga. Makanya cukup berpengaruh di mata masyarakat," kata dia.
Terkait kemungkinan mantan petinggi TNI dalam bursa ketua timses, Rully merasa hal itu lumrah. Sebab, kata dia, pemilihan warga sipil atau independen nonpartai memang diperlukan untuk menjaga stabilitas partai koalisi agar tak terjadi perpecahan lantaran salah satu ketua umumnya mendapat posisi lebih tinggi.
"Lebih kepada jaga stabilitas agar tidak terjadi sikut-sikutan. Enggak masalah Jokowi pilih Moeldoko misalnya, atau Prabowi pilih Djoko. Itu bukan soal gengsi TNI tapi biar koalisi tidak terjadi kesenjangan," katanya.
(ayp/sur)