Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Muhadjir Effendy menyayangkan aksi anak-anak TK Kartika V-69 menggunakan kostum bercadar dan menenteng replika senjata laras panjang dalam rangka pawai budaya memeriahkan Hari Ulang Tahun ke-73 Kemerdekaan Republik Indonesia di Kota Probolinggo.
"Tidak tepat jika anak-anak dikenalkan atribut yang mengarah pada kekerasan dan radikalisme," kata Muhadjir lewat keterangan tertulis, Senin (20/8).
Kendati demikian, Muhadjir menyatakan apresiasinya kepada panitia pawai budaya yang mengambil tema kebinekaan. Namun, ia berpesan kepada kepala sekolah TK Kartika V-69, Hartatik, agar nilai-nilai karakter nasionalisme lebih banyak ditonjolkan kepada anak-anak usia dini. Selain itu, ia juga berpesan agar atribut-atribut budaya Indonesia yang sangat beragam dimaksimalkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masyarakat Probolinggo dikenal sangat religius, bisa saja menggunakan atribut keislaman yang lebih ramah, menonjolkan kedamaian dan toleransi," tuturnya.
Muhadjir juga menekankan kepada masyarakat bahwa dalam kegiatan belajar mengajar di TK Kartika V-69 sama sekali tidak ada pelajaran radikalisme. Pakaian-pakaian yang dikenakan siswa maupun guru sehari-hari bukanlah bercadar seperti dalam pawai tersebut.
Ia yakin sebagai TK binaan tentara yang murid-muridnya sebagian besar juga putra putri tentara mengajarkan nasionalisme dengan baik.
Untuk itu Muhadjir berpesan agar masyarakat tidak mudah terprovokasi dan mendistorsi informasi melalui media sosial dengan mengunggah hanya potongan video maupun foto pawai budaya tersebut. Anak-anak yang menjadi pusat perhatian akibat video tersebut saat ini merasa terganggu dan tertekan karena dipersalahkan.
"Mohon orang tua dan guru mendampingi anak-anak agar dapat bergaul secara normal," imbaunya.
Lebih dari itu, mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu berharap agar TK Kartika V-69 lebih banyak membuka diri kepada masyarakat sekitar. TK yang memiliki 55 murid dan 15 guru itu dinilainya masih dapat menampung lebih banyak peserta didik.
Aparat Diduga Tutup MataAnggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres)
Yahya Cholil Staquf menyayangkan pawai tersebut. Menurut dia, penggunaan tema "Perjuangan Rasulullah" dan menisbatkannya dengan pakaian hitam-hitam dan replika bedil otomatis itu tak bisa dimaknai selain sebagai propaganda radikalisme.
Gus Yahya, begitu Khatib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu akrab disapa, menjelaskan dalam konteks tampilan simbolik yang dikenal luas dalam masyarakat, pakaian hitam-hitam dan bedil otomatis itu cuma ada pada kelompok-kelompok radikal sejenis ISIS.
"Saya sangat curiga bahwa Kepala Sekolah TK yang bersangkutan memang berniat menciptakan artikulasi untuk memberi pembenaran atas kelompok-kelompok radikal itu sebagai 'cermin perjuangan Rasulullah SAW'," katanya lewat akun Facebook pribadinya, Senin (20/8).
Ia pun yakin sangat mustahil TNI dan Polri atau bagian mana pun dari kedua institusi itu tidak mampu memahami ini kecuali bermaksud melindungi orang-orang tertentu atau menyembunyikan kerusakan institusional yang menggerumuti dua lembaga itu akibat infiltrasi radikalisme.
Lebih aneh lagi, imbuh dia, polisi malah memburu pengunggah videonya, yang sebenarnya justru berjasa besar memperingatkan masyarakat tentang tanda-tanda bahaya.
"Kalau itu dilakukan lantaran Polri atau TNI merasa dipermalukan, yang terjadi justru mereka semakin memalukan. Bahkan membahayakan negara," pungkasnya.
[Gambas:Facebook]Sebelumnya beredarnya video tentang sebuah karnaval di Kota Probolinggo yang ramai diperbincangkan di media sosial. Dalam video yang viral sejak Sabtu (18/8) itu terdapat anak-anak menggunakan cadar dan replika senajata laras panjang. Banyak warganet yang berkomentar mengaitkan video ini dengan dugaan radikalisme yang sudah masuk di kalangan anak-anak pendidikan usia dini (PAUD).
(gil)