ANALISIS

Panasea Demiz untuk Jadi Kemenangan Jokowi di Jabar

FHR | CNN Indonesia
Rabu, 29 Agu 2018 22:24 WIB
Citra dan pengaruh Deddy Mizwar sebagai mantan wagub, mantan cagub, dan selebritas diharapkan dapat menghindarkan Jokowi dari kekalahan di Jabar saat Pilpres.
Citra dan pengaruh Deddy Mizwar sebagai mantan wagub, mantan cagub, dan selebritas diharapkan dapat menghindarkan Jokowi dari kekalahan di Jabar saat Pilpres. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar secara mengejutkan telah diumumkan bakal masuk dalam tim kampanye Presiden petahana RI Joko Widodo (Jokowi) - Ma'ruf Amin.

Hal itu ditegaskan Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Hasto Kristiyanto, lalu diamini pula oleh Deddy.

Keputusan itu dinilai mengejutkan, pasalnya Deddy adalah kader Partai Demokrat yang pada Pilpres 2019 mengusung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Apalagi, Deddy sendiri baru mendapatkan Kartu Tanda Anggota (KTA) Partai Demokrat sesaat sebelum Pilgub Jabar 2018 meskipun ia dikenal sebagai salah satu pendiri partai tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Sikap Deddy ini menambah panjang daftar kader Demokrat yang 'membelot' ke Jokowi. Sebelumnya, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB) juga menyatakan dukungannya kepada Jokowi. Konsekuensinya, TGB yang merupakan anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat pun keluar dari partai itu. Lalu, Ketua DPD Demokrat Jawa Timur, Sukarwo pun sempat dikabarkan akan jadi bagian dari kampanye Jokowi. Namun, hal itu dibantah Sekjen Demokrat Hinca Panjaitan.

Terkait itu, pengamat politik dari Populi Center, Usep S Ahyar, menduga saat ini politik 'dua kaki' tengah dimainkan Partai Demokrat. Ia mengklaim itu merujuk pada dinamika politik beberapa waktu sebelumnya di mana Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun pernah menjalin komunikasi dengan kubu Jokowi.

Walaupun pada akhirnya Demokrat menyatakan mengusung Prabowo-Sandiaga, itu tak lepas polemik yang dimunculkan Wasekjen Demokrat Andi Arief soal mahar Sandiaga terhadap PAN dan PKS.

"Demokrat, sejak awal bukan pengusung utama di kubu Prabowo. Dan perbedaan dukungan seprti pak TGB, Pakde Karwo, atau pun lainnya memang secara kepartaian tidak ada izin resmi. Tapi saya kira dengan membiarkan mereka gabung di Jokowi itu kan salah satu indikator Demokrat bisa mengambil keuntungan jika koalisi (di kubu Prabowo) tidak berhasil," kata Usep kepada CNNIndonesia.com, Rabu (29/8).

Lebih lanjut Usep menilai keuntungan yang dikejar Demokrat bisa jadi bukan pada jabatan atau posisi tertentu, jika Jokowi-Ma'ruf memenangkan kontestasi politik nanti. Pasalnya, saat ini koalisi di kubu Jokowi pun sudah gemuk.

"Kepentingan lain karena misalnya SBY pernah 10 tahun memerintah. Dalam memimpin ada legacy yang bisa devaluasi, tidak diganggu, itu pun saya kira salah satu konsesi dalam konteks politik," kata Usep.

Di sisi lain, kata Usep, sikap Deddy mendukung Jokowi juga bisa diartikan sebagai bentuk kekecewaanya kepada Gerindra dan PKS yang tak mendukung dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat beberapa waktu lalu. Partai-partai yang dipimpin Prabowo dan Sohibul Iman itu mendukung Sudrajat-Ahmad Syaikhu.

"Pak Deddy tidak dicalonkan oleh Gerindra dan PKS kan, ya kekecewaan juga. Jadi walaupun demokrat secara implisit menyatakan ke pak Prabowo, tapi kan jadi tidak all  out," kata Usep.

Panasea Demiz untuk Jadi Kemenangan Jokowi di JabarPada Pilpres 2014 perolehan suara Jokowi-JK kalah dari perolehan suara Prabowo-Hatta Rajasa di Jawa Barat. Kala itu Jokowi-JK hanya menang di empat kabupaten/kota. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)

Ingin Membalik Kekalahan 2014

Di satu sisi, alasan menggaet Deddy diprediksi guna mendapatkan keunggulan suara di Jawa Barat pada Pilpres tahun depan. Pasalnya di provinsi itu pada Pilpres 2014, Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla kalah dari Prabowo yang berpasangan dengan Hatta Rajasa.

Kala itu, Prabowo-Hatta mendulang suara sebanyak 14.167.381 atau 59,78 persen. Sedangkan Jokowi-JK mendapat suara 9.530.315 atau 40,22 persen. Total, Jokowi-JK kala itu hanya menang di empat kabupaten/kota di Jabar.

Selain itu, tingkat elektabilitas di Jabar pun tak menggembirakan bagi Jokowi jelang PIlpres 2019. Riset yang dilakukan lembaga survei Saiful Mujani Research Center  (SMRC) juga menyebut elektabilitas Jokowi hanya sekitar 40,3 persen jika pilpres diselenggarakan pada pilkada serentak kemarin. Sementara elektabilitas Prabowo berada di angka 51,2 persen.

Oleh karena itu, peran Deddy sebagai mantan wagub, selebritas, dan mantan peserta Pilgub Jabar akan menjadi senjata tambahan bagi Jokowi-Ma'ruf di provinsi tersebut.

"Deddy juga satu periode jadi Wagub bersama Aher dan juga dikenal sebagai artis yang punya citra cukup baik dan juga dilihat dari sisi religiusitasnya. jadi saya kira dia punya akseptabilitas yang lumayan tinggi di masyarakat. Dengan begitu, sedikit banyak akan berpengaruh," kata Usep.

Pada Pilgub Jabar lalu, Deddy yang berpasangan dengan Dedi Mulyadi berada di urutan ketiga perolehan suara final yakni 5.663.198 (25,77%) dari total 22.724.333 pemilih (suara tak sah 744.338).


Hampir senada dengan Usep, pengamat politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing juga menilai dukungan Deddy kepada Jokowi-Ma'ruf sarat kepentingan politik.

"Sangat membenarkan aksioma bahwa dalam politik tidak ada musuh atau pun teman sejati, tapi kepentingan yang bermain," kata Emrus.

Menurutnya, aktor politik yang kerap berpindah-pindah dukungan juga mencerminkan sikap pragmatis karena akan terus berupaya mencapai kepentingannya. 

Selain itu, fenomena ini juga menggambarkan bahwa parpol tersebut tidak mempunyai garis politik yang kuat sehingga dengan mudah kader di dalamnya membelot.
 
"Aktor politik seperti ini sangat pragmatis, bahkan saya berhipotesa sangat transaksional. Boleh jadi punya kepentingan tertentu maka dia pindah dari partainya ke partai lain," kata dia.

(kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER