Berkat Kasus Korupsi, Golkar Bisa Terlempar dari Dua Besar

SAH | CNN Indonesia
Kamis, 13 Sep 2018 05:40 WIB
Survei LSI Denny JA menyebut Partai Golkar berpotensi terlempar dari dua besar di Pemilu 2019 akibat rangkaian kasus korupsi kader 'Beringin'.
Ilustrasi Partai Golkar. (Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyebut Partai Golkar berpotensi tidak masuk dua besar di Pemilu 2019. Rangkaian kasus korupsi kader 'Beringin' dan ketiadaan sosok capres dari partai ini menjadi penyebabnya.

Hal itu didasarkan atas hasil suvei pihaknya pada 12-19 Agustus kepada 1.200 responden. Margin of error-nya emncapai 2,9 persen.

"Golkar di ambang batas, naik lagi ke partai papan atas atau partai besar atau partai utama [dukungan di atas 15 persen], atau turun ke partai papan tengah [dukungan di bawah 15 persen]," ujar LSI Denny JA dalam keterangan tertulis, Rabu (12/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Disebutkan, Golkar hanya menempati posisi ketiga dengan perolehan suara 11,3 persen. Torehan itu lebih rendah dibanding hasil Pileg 2014 yang mencapai 14,75 persen suara.

Padahal, sejak 1999 Golkar selalu menempati posisi pertama atau kedua. Pada 1999 Golkar menempati posisi kedua dengan 22,4 persen suara, pada 2004 menjadi pemenang dengan torehan 21,6 persen suara, pada 2009 dan 2014 menjadi runner-up dengan suara 14,5 dan 14,8 persen.

LSI Denny JA menyebut pelemahan Partai Golkar di Pemilu 2019 disebebakan sejumlah faktor. Pertama, ketiadaan sosok calon presiden atau wakil presiden yang berasal dari 'Beringin'. Sementara, dua partai lainnya, yakni PDIP dan Partai Gerindra, masing-masing memiliki sosok capres.

Eks Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, di DPP Partai Golkar, Jakarta, 2017.Eks Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, di DPP Partai Golkar, Jakarta, 2017. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
"Dua partai ini menikmati efek pemilu serentak dibanding partai-partai lainnya," ujar LSI Denny JA.

Kedua, kasus korupsi yang menjerat sejumlah kader Partai Golkar.

"Selain fakta bahwa tidak ada kader Golkar yang menjadi Capres atau Cawapres di Pilpres 2019, warisan Kasus Setnov dan Kasus Korupsi baru mempunyai efek elektoral negatif yang signifikan," tulisnya.

Diberitakan sebelumnya, eks Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto alias Setnov menjadi terpidana dalam kasus korupsi e-KTP, eks Sekjen Partai Golkar Idrus Marham menjadi tersangka dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1, serta eks Ketua DPD I Partai Golkar DKI Jakarta Fayakhun Andriadi yang jadi terdakwa dalam kasus suap di Bakamla.

Ketiga, lanjut LSI Denny JA, keberadaan pemimpin kuat di partai pesaing Golkar, yakni PDIP dengan Megawati Soekarnoputri, dan Partai Gerindra dengan Prabowo Subianto.

"Kepemimpinan ketua umum kedua partai ini sangat kokoh di partainya masing-masing," tulis rilis tersebut.


Dengan faktor-faktor di atas, Partai Golkar diprediksi menjadi partai tengah dan bersaing dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Demokrat untuk berebut posisi ketiga.

"Di luar PDIP dan Gerindra, partai papan tengah berpotensi dihuni oleh Golkar, PKB, dan Demokrat," tutup rilis LSI Denny JA itu. (arh/sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER