Jakarta, CNN Indonesia -- Ratusan pengemudi
ojek online yang tergabung dalam Garda Indonesia merazia sejumlah pengemudi ojek online yang tetap beroperasi.
Pedemo yang didominasi pengemudi Grab Bike itu berunjuk rasa di depan Kantor
Grab, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (19/9).
Pantauan
CNNIndonesia.com, sejumlah pedemo sempat mengadang pengemudi ojek online dan mengintimidasi kolega mereka yang tak ikut berunjuk rasa. Razia itu berlangsung sekitar 15 menit di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Setidaknya, berdasarkan pantauan di lokasi, ada tiga pengendara ojek online yang diberhentikan para pedemo. Saat itu pengendara tengah membawa penumpang. Satu pengendara diberhentikan oleh kurang lebih lima orang. Tak hanya dijalur lambat, pengadangan juga dilakukan terhadap pengendara ojol yang melewati jalur cepat di Jalan HR Rasuna Said tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lepas lepas jaketnya, di balik aja jaketnya," ujar para pedemo kepada pengendara ojek tersebut jika ingin tetap melintas.
Polisi yang berjaga pun melerai aksi tersebut. Mereka meminta supaya para pedemo kembali ke barisan agar suasana tetap kondusif.
Seorang pedemo yang enggan disebutkan namanya mengatakan pengadangan itu dilakukan agar para pengendara kolega mereka yang tidak ikut aksi unjuk rasa menghargai upaya yang sedang dilakukan pedemo.
"Kita enggak nahan mereka, habis ini kita lepas lagi cuma minta dibalik jaketnya saja," tuturnya.
Akibat aksi pengadangan itu sempat membuat arus lalu lintas di sekitar Jalan Rasuna Said Kuningan mengalami kemacetan.
Garda Indonesia menggelar unjuk rasa di depan kantor Grab dan menyuarakan tiga tuntutan kepada manajemen Grab. Ketua Presidium Garda Indonesia Igun Wicaksono mengatakan tiga tuntutan itu disebut juga dengan Trisula Garda.
Dia menilai tiga tuntutan itu merupakan hal yang seharusnya dipenuhi pihak aplikator.
Tuntutan pertama, pengendara meminta supaya kemitraan yang terjalin antara aplikator dan pengendara ojek online bersifat adil dan transparan. Tuntutan kedua, yaitu tarif dasar yang seharusnya dibuat secara rasional.
"Tarif dasar bagi kami sangat tidak rasional jadi kami ingin yang sesuai dengan rumus transportasi. Ini aplikator melakukan penerimaan
driver yang sudah berlebih," ujarnya di depan kantor Grab, Kuningan.
Tuntutan ketiga, kata Igun, pihaknya meminta supaya Grab mau menghapuskan pemotongan komisi sebesar 20 persen.
"Tarif saat ini Rp1200-Rp1500/km belum termasuk potongan, murah sekali. Untuk mendapatkan Rp 100 ribu harus 28 jam ini tidak manusiawi," ucapnya.
Presidium Gerakan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono memberikan keterangan di tengah aksi di depan kantor Grab, Jakarta, Rabu, 19 September 2018. (CNNIndonesia/Gloria Safira Taylor) |
Igun menceritakan Garda Indonesia sempat menyegel kantor Grab yang berada di Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (19/9). Aksi penyegelan itu dilakukan sebelum mereka melakukan aksi unjuk rasa di kantor Grab yang berlokasi di Kuningan, Jakarta Selatan.
Aksi penyegelan itu dilakukan sebagai wujud protes kepada pihak aplikator.
"Kami kecewa dengan manajemen yang tidak bisa menerima kami di kantor Grab di Benhil sehingga dari teman-teman berinisiatif menyegel kantor Benhil, sebagai wujud protes dan aspirasi kami," ujar Igun di sela aksi di depan kantor Grab di Kuningan.
Meski demikian, kantor Grab yang disegel itu memang sudah ditutup dan tidak beroperasi lagi. Namun, Igun mengatakan pihaknya tidak mempersoalkan hal tersebut. Menurut Igun, penyegelan yang dilakukannya merupakan bentuk kekecewaan dari pengemudi ojek online.
"Segel itu artinya wujud protes kami, sampai saat ini sudah dua tahun ini kami melakukan mencoba pendekatan secara persuasif terhadap pihak apikasi tapi aplikasi tidak pernah merespon kami. Inisiatif dari rekan-rekan melakukan penyegelan tersebut," tuturnya.
Sementara, manajemen Grab belum memberikan komentar terkait aksi demonstrasi pengemudi tersebut.
(gst)