Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala
Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya TNI
Arie Soedewo dianggap lalai terkait penunjukkan Ali Fahmi Habsyi sebagai staf khusus dalam pengadaan alat pemantauan satelit dan drone di lembaganya.
Pasalnya, Ali Fahmi disebut sebagai pihak yang berperan mengatur anggaran proyek dan membagikan jatah uang pada anggota DPR terkait pengadaan tersebut.
Hal ini disampaikan salah satu anggota majelis hakim kepada kepada Arie yang tengah menjadi saksi dalam sidang kasus suap proyek pengadaan alat pemantauan satelit Bakamla dengan terdakwa anggota DPR dari Partai Golkar Fayakhun Andriadi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang ketahuan Ali bagi-bagi uang, tapi Anda pilih dia, berarti Anda lalai," ujar hakim anggota, kepada Arie.
Namun, Arie berdalih baru mengetahui persoalan bagi-bagi uang itu pasca-Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap pengusaha Fahmi Darmawansyah dan sejumlah pejabat Bakamla.
Dia juga membantah pernah meminta Ali Fahmi untuk mengawal anggaran proyek pengadaan alat pemantauan satelit di Bakamla itu.
 Politikus Partai Golkar Fayakhun Andriadi (kemeja putih). ( CNN Indonesia/Andry Novelino) |
"Saya tidak tahu. Tapi saya sempat curiga di situ. [Saya sudah ingatkan Ali] jangan sempat main-main," dalihnya.
Menurut Arie, Ali Fahmi, yang akrab dipanggil Onta itu, memiliki rekam jejak cukup baik karena pernah menjadi staf khusus di Kementerian Hukum dan HAM dan Bappenas.
"Saya sudah pernah minta masukan ke Kemenkumham dan Bappenas itu karena dia pernah jadi stafsus di sana," ucap dia.
Nama Ali Fahmi sebelumnya muncul dalam surat dakwaan sebagai pihak yang menawarkan PT Melati Technofo Indonesia (MTI) - perusahaan pemenang tender proyek Bakamla untuk 'main proyek' dalam pengadaan pemantauan satelit dan
drone di Bakamla.
Ali Fahmi disebut meminta imbalan atau
fee 15 persen untuk memenangkan proyek itu. PT MTI akhirnya ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan proyek dengan total anggaran Rp222,43 miliar.
Sementara dalam perkara ini, Fayakhun disebut meminta uang US$ 300 ribu untuk keperluan Munas Golkar tahun 2016 kepada Erwin Arif, pengusaha PT Rohde & Schwarz Indonesia, vendor yang digunakan PT MTI.
(pris/arh)