Pendapat berbeda disampaikan Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (Median) Rico Marbun. Ucapan politikus sontoloyo ini dinilai menunjukkan sikap 'keras' Jokowi pada lawan politiknya. Sikap ini pun, menurut dia, tak datang tiba-tiba.
Dalam beberapa kesempatan, kata Rico, Jokowi telah menunjukkan sikap agresif untuk menyerang lawan politiknya.
"Ini bukan suatu yang tiba-tiba. Pak Jokowi ini orangnya satu level di atas tegas, bisa dibilang keras," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini terlihat sejak Jokowi mengunggah rekaman video berlatih tinju ke akun Youtube miliknya. Tak lama kemudian Jokowi juga meminta para relawan mau diajak berkelahi jika mendapat serangan dari lawan politik. Pernyataan Jokowi saat itu juga sempat memicu kontroversi dari berbagai pihak.
"Nah sekarang pakai kata sontoloyo, itu sebenarnya kelanjutan sikap keras Jokowi terhadap lawan politiknya," tutur Rico.
Ia meyakini pernyataan Jokowi soal politikus sontoloyo itu dilakukan bukan tanpa perhitungan. Berkaca dari pengalaman selama ini, Jokowi memang kerap melontarkan istilah tak lazim dalam pidatonya.
Rico mencontohkan pidato Jokowi dalam gelaran acara International Monetary Fund (IMF) yang menyinggung 'winter is coming' dari serial televisi Game of Thrones untuk menggambarkan kondisi perekonomian dunia saat ini.
Ia meyakini Jokowi masih akan tetap menggunakan istilah-istilah semacam itu selama beberapa waktu ke depan.
"Ada kalkulasi di balik perkataan itu. Ke depan rasanya juga masih karena Pak Jokowi gemar pakai kata-kata gitu kan," katanya.
Jika melihat dari sisi budaya, sontoloyo memang berasal dari istilah Jawa yang berarti peternak bebek.
Antropolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Pande Made Kutanegara mengatakan, kata sontoloyo saat itu identik dengan peternak atau penggembala bebek yang umumnya berasal dari orang miskin.
"Jadi zaman dulu yang memelihara bebek biasanya orang miskin, tidak berpendidikan, hanya sibuk memelihara bebeknya," kata Made.
Saat ini kata sontoloyo pun dimaknai sebagai umpatan bagi orang yang bodoh. "Dalam kultur Jawa itu mengumpat. Maknanya sebagai orang yang bodoh, kurang pintar, atau tidak berpikir panjang," katanya.
Bagi sosok seperti Jokowi yang selama ini dikenal dengan karakter santun dan lemah lembut, kata dia, ucapan sontoloyo itu sudah termasuk umpatan keras. Meski demikian, menurut Made, istilah itu masih termasuk umpatan halus dan wajar diucapkan.
"Dalam kultur Jawa itu tetap halus. Ini seperti 'gemes' gitu, jengkel karena kalau konteksnya Pak Jokowi ya mungkin sudah melakukan banyak hal tapi tetap saja dinyinyiri," katanya, "Tapi sontoloyo itu sudah sangat keras bagi orang seperti Jokowi."
(pris)