Menyambut Hujan dan Mengantisipasi Banjir ala Jakarta

Dhio Faiz & LB Ciputri Hutabarat | CNN Indonesia
Senin, 29 Okt 2018 08:37 WIB
Tercatat ada 30 titik rawan genangan. Berbagai cara dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk meminimalisir dampak bencana tahunan ini.
Langit mendung di atas kota Jakarta. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Notifikasi itu tiba sekitar pukul 21.00 WIB di gawai, Minggu (28/10). Pesan yang dikirim bidang humas Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) itu mengabarkan prakiraan cuaca di wilyah Jakarta. Disebutkan potensi hujan lebat disertai petir terjadi di enam wilayah administratif di DKI Jakarta.

Notifikasi prakiraan cuaca untuk wilayah di sekitar Jakarta yakni Bogor, Bekasi, Tangerang, dan Tangerang Selatan pun tak jauh beda. Ada prediksi hujan disertai petir dan angin besar. Di wilayah Jakarta, hujan itu mengguyur setidaknya hingga pagi, saat fajar tiba.


Bagi Pemprov DKI Jakarta, pesan tersebut bermakna ganda. Bukan hanya berarti hujan yang mengguyur pascakemarau panjang, tapi juga antisipasi ancaman bencana tahunan saban musim hujan yakni banjir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Teguh Hendarwan mengatakan dari catatan pihaknya, paling tidak ada 30 titik rawan banjir atau genangan yang tersebar di Ibu Kota.

"Sebenarnya untuk menangani ini bukan hanya kami lakukan pas mau musim hujan, tapi memang selalu kami lakukan persiapan dari jauh-jauh hari," kata Teguh kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/10).

Secara rinci Teguh mengungkapkan 30 titik itu tersebar di lima wilayah Jakarta. Di Utara daerah yang rawan ialah Boulevard Barat Raya, Yos Sudarso, Gaya Motor dengan jumlah 14 aliran sungai yang rawan meluap.

Di Jakarta Selatan ada Pondok Labu, Kemang, MT Haryono, Gandaria City, Gatot Subroto, Petogogan dan Fatawati. Total kali yang rawan ada sebanyak 50 aliran sungai. Lalu, di Jakarta Barat ada kawasan S Parman, Meruya dan Angke dengan total kali rawan sebanyak 23 aliran sungai atau kali. Jakarta Timur ada di daerah Halim Perdana Kusuma, Cipinang dan Kampung Melayu dengan total 24 kali.

"Di Pusat ada Kemayoran, Cempaka Putih dan Mintoharjo dengan total kali yang rawan sebanyak 29 kali," jelas Teguh.

Luapan air pascahujan deras menutupi jalanan di luar Stasiun Gambir, Jakarta Pusat hingga sekitar ukuran 30-40 cm, 15 Februari 2018. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Untuk mengantisipasi rongrongan titik banjir itu, Teguh mengatakan sudah mempersiapkan sebanyak 436 unit pompa di 153 lokasi dan sebanyak 102 unit pompa berjalan.

"Jadi yang mobile untuk back-up. Kalau kelurahan atau kecamatan butuh ada banjir bisa dipergunakan," kata Teguh.

"Saya perlu sampaikan dari dari sekitar 450 pompa, 92 persen dalam kondisi baik, 6 persen dalam perbaikan dan sekitar 2 persen dalam penghapusan karena memang sudah tua," ujarnya.

"Kita juga menyediakan 241 alat berat dan 383 unit dump truck untuk siap siaga," lanjutnya.

Pompa air diletakkan di rumah-rumah pompa dan pintu air di Jakarta. Untuk pengelolaan pintu air, Teguh mengingatkan, kewenangan berada di masing-masing wilayah tergantung status.

"Kalau siaga 1 kewenangan ada di Gubernur, siaga 2 kewenangan di Dinas Tata Air, Siaga 3 ada di Suku Dinas," tegas Teguh.

Kekuatan ini ditambah dengan kekuatan Sumber Daya Manusia (SDM) sebanyak 5.186 personel dari UPK Badan Air Dinas Tata Air DKI. Mereka akan diturunkan secara insidental tergantung kebutuhan.

"Kami punya satgas kecamatan pasukan biru yang tersebar di 44 kecamatan. Jadi lurah atau camat setempat punya kewenangan bisa menurunkan mereka saat ada genangan," katanya.

Alat ukur ketinggian air di salah satu sudut rumah pompa Setiabudi Timur, Jakarta Selatan. (CNN Indonesia/LB Ciputri Hutabarat)


Genangan Diklaim Bukan Banjir

Teguh menggarisbawahi penggunaan kata genangan hanya bagi air yang berada tidak lebih dari 24 jam. Sementara air yang merendam rumah lebih dari 24 jam maka air itu disebut dengan banjir.

"Tahun lalu kita hanya 3 jam terendam selebihnya cepat surut. Jadi kita pakai kata genangan, kalau banjir beda lagi," ujarnya.

Sementara banjir mempunyai skala lebih luas, salah satunya pencegahan banjir dengan normalisasi di sepanjang bantaran Kali Ciliwung yang bekerjasama dengan pemerintah pusat.

Ke depannya, DKI akan mengusung konsep rekayasa hidrolik untuk mengatasi banjir itu. Rekayasa hidrolik adalah sistem pemompaan terbaru di daerah rawan genangan air. "Tapi itu sedang kami petakan," katanya.

Ditemui terpisah, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Tri Indrawan mengatakan ada penurunan titik banjir pada 2017 hingga 2018.

Sejumlah pelajar berjalan melintasi luapan air di Jalan DI Panjaitan, Kebon Nanas, Jakarta Timur pada 12 Desember 2017. (Anadolu Agency/Eko Siswono Toyudho)

Tahun lalu, kata dia, total titik banjir ada di 67 kelurahan. Sementara pada tahun ini setidaknya banjir itu terjadi di 43 kelurahan. Namun, sambungnya, pada 2018 yang belum berakhir ini pihaknya memprediksi setidaknya di 127 kelurahan dari 267 kelurahan di Jakarta berpotensi banjir akibat luapan sungai di sembilan aliran kali.

Wilayah terbanyak, kata dia, adalah aliran kali Ciliwung sebanyak 28 kelurahan, lalu Kali Sunter (23 kelurahan), dan Kali Pesanggrahan (21 kelurahan).

"Memang kalau lihat trennya, 2007, 2013, 2018 cukup besar, tapi enggak ada teorinya. Di Jakarta itu puncak hujan dan potensi genangan di Jakarta di bulan Januari-Februari, kecuali 2016 di Maret dan April. Oleh karena itu pemerintah dan masyarakat harus mengantisipasi mulai dari bulan ini: Oktober, November, Desember. Karena potensi puncaknya jatuh di perkiraan Januari-Februari," kata Tri saat ditemui pada Kamis (25/10).

Dalam catatan BPBD DKI Jakarta, pengungsi karena banjir pada awal 2018 lebih banyak yakni 15.500 jiwa dibandingkan pada 2017 sekitar 5.000 pengungsi.

"Yang menyebabkan orang mengungsi dua hal, pertama durasi lama wilayah tergenang dan ketinggiannya. Ada yg sudah tinggi [airnya], tapi karena durasi enggak sampai 1x24 jam, dia enggak mengungsi. Ada juga yang tingginya cuma 100 cm tapi durasi dua hari, mereka ngungsi. Jadi tipikal pengungsi di Jakarta, melihat dia sanggup atau enggak bertahan. Begitu enggak sanggup dia akan mengungsi," tutur Tri.



Mitigasi Bencana Banjir Jakarta

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER