Jakarta, CNN Indonesia -- Yusril akan menambah kekuatan tim Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Begitu kata Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional (TKN)
Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Ade Irfan Pulungan kepada
CNNIndonesia.com ketika mengomentari keputusan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB)
Yusril Ihza Mahendra menjadi pengacara profesional di Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Slamet Ma'ruf.
Keputusan itu diambil Yusril usai bertemu dengan Ketua Tim TKN, Erick Thohir, di Hotel Mulia, Jakarta pekan lalu.
Dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Senin (5/11), Yusril menyatakan siap membela Jokowi-Ma'ruf dari segala umpatan yang ditujukan kepada calon nomor urut 01 tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menjadi
lawyer haruslah memberikan masukan dan pertimbangan hukum yang benar kepada klien agar tidak salah dalam melangkah, serta melakukan pembelaan jika ada hak-haknya yang dilanggar pihak lain," ujar Yusril.
Ade Irfan belum dapat menjelaskan peran Yusril secara rinci dalam tim Jokowi-Ma'ruf. Namun, kata dia, peran Yusril akan berbeda dengan Direktorat Hukum dan Advokasi TKN.
"Ada hal-hal yang lebih strategis, dia fungsinya advokat. Beda dengan Direktorat hukum TKN," kata Ade.
Hal senada juga dikatakan Wakil Ketua TKN, Johnny G Plate juga memastikan Yusril tak terlibat dalam tim sukses Jokowi-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019. Kontribusi Yusril hanya sebatas bekerja secara profesional sebagai pengacara Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019.
"Berbeda halnya kalau dia menjadi direktur direktorat hukum, itu berbeda, tapi kalau sebagai pengacara tentu pak Yusril profesional, kan kalau sebagai profesional boleh," kata Johnny saat dihubungi
CNNIndonesia.com.
Pendapat berbeda diungkapkan Pengamat Politik Wasisto Rahardjo. Menurutnya Yusril memiliki misi tertentu sehingga memutuskan untuk bergabung dengan Jokowi-Ma'ruf. Dia menyebut, Yusril oportunis.
Misi Yusril itu berkaitan dengan keselamatan partainya pada Pemilu 2019. Yusril ingin mendongkrak perolehan suara partainya dengan berlabuh ke Jokowi.
"Ini langkah oportunis beliau untuk bisa mengejar kekuasaan dengan menempel petahana," kata Wasisto kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (6/11).
Wasisto berpendapat Yusril ingin membawa PBB lolos Parliamentary Threshold (PT) di 2019. Pada Pemilu 2014 silam, PBB gagal lolos PT karena hanya memperoleh 1.825.750 suara atau hanya 1,46 persen perolehan suara nasional. PT saat itu 3,5 persen.
September 2017 silam, ketika berada di Yogyakarta, Yusril pernah mengatakan partainya menyasar pemilih dari Jawa untuk mendongkrak perolehan suara PBB pada Pemilu 2019. Dia bilang, PBB menargetkan minimal mampu meraih empat persen suara sesuai Undang-Undang Pemilu, agar bisa memiliki wakil di parlemen.
"Itu sekitar delapan juta suara nasional," ujar Yusril.
Wasisto menilai langkah mendekati Jokowi adalah salah satu langkah yang tepat untuk mengejar misi tersebut dan memang banyak dilakukan partai lain.
"Partai baru semua akan mengejar koalisi parlemen karena paling penting mengamankan suara. Karena kalau bergabung dengan oposisi belum tentu logistik politik belum terpenuhi," jelas dia.
Di satu sisi, Jokowi-Ma'ruf juga membutuhkan tambahan dukungan dari kelompok muslim, sehingga bergabungnya Yusril senafas dengan kebutuhan tim Jokowi-Ma'ruf.
Dari sisi segmentasi pemilih, PBB dianggap memiliki basis di kelompok masyarakat muslim perkotaan.
"PBB bisa jadi malah mensolidkan muslim akar rumput. Karena PBB lekat dengan muslim yang dikuasi PAN dan PKS," katanya.
Harapan Tim Jokowi-Ma'ruf untuk meraih simpati pendukung Yusril, diprediksi tak sepenuhnya mulus. Pengamat Politik Pangi Syarwi justru menilai bergabungnya Yusril justru berpotensi mematikan mesin politik PBB.
Pangi menjelaskan selama ini Yusril menampilkan diri sebagai pengacara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam kasus pembubaran ormas itu. Bahkan, Yusril sempat mengajak eks anggota HTI untuk bergabung ke dalam partainya menjadi calon legislatif.
Pembubaran HTI terjadi di era Jokowi, dan ini bisa jadi membuat mesin partai di kalangan bawah tersendat, karena tak semua pendukung Yusril bersimpati kepada Jokowi.
"Ada potensi mereka mematikan mesin partai alias tak serius menjadi caleg di PBB. Mereka mundur kan sudah enggak bisa, sehingga mereka bisa saja sebagian tak mau all out menjadi caleg PBB," kata Pangi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (6/11).
Pangi memprediksi banyak dari anggota PBB yang kecewa dengan keputusan Yusril. Tapi, Yusril tak memiliki pilihan karena Prabowo-Sandi juga belum 'mengajak' bergabung.
"Ketika Yusril dan PBB di-cuekin atau tak dianggap (di kubu Prabowo-Sandi) bisa dipahami nuansa kebatinan Yusril, beliau pengacara senior yang punya jam terbang cukup tinggi," jelas Pangi.
kata Pangi, Yusril tak ingin terjebak dalam persoalan Pilpres. Ada misi besar yang harus dia lakukan, yakni lolos PT. Dengan cara menempel kepada penguasa, maka PBB bisa dengan mulus melenggang ke kursi parlemen.
"Beliau berpikir keras bagaimana PBB lolos PT. Boleh menjadi beliau menjadi kuasa hukum Jokowi sebagai jalan mempermudah masuk PBB ke parlemen," katanya dia.
Namun, hingga saat ini Yusril belum melontarkan pernyataan mendukung Jokowi-Ma'ruf dalam kapasitasnya sebagai ketua PBB.
Pengamat Politik Emrus Sihombing menilai bila Yusril mendeklarasikan PBB bergabung mendukung Jokowi secara partai, hitung-hitungan politik akan berubah.
"Bisa jadi ada pergolakan lain. Bagaimana pergolakannya, hipotesis saya tidak banyak berpengaruh kepada Jokowi. Detailnya kita harus adakan survei terlebih dahulu," kata dia.
Sementara itu Sekjen Partai Bulan Bintang Afriansyah Ferry Noer menyatakan keberadaan Yusril sebagai pengacara Jokowi-Ma'ruf adalah kapasitasnya sebagai pengacara secara pribadi.
Sebagai Sekjen, Afriansyah mengaku sudah diajak bicara oleh Yusril perihal akan ditariknya ia menjadi pengacara Jokowi-Ma'ruf.
"Tapi tidak membawa-bawa partai," kata Afriansyah kepada CNNIndonesia.com, Senin (5/11).
PBB sendiri kata Afriansyah, baru akan memutuskan perihal dukungan di Pilpres 2019 pada Rapat Kerja Nasional yang akan digelar awal Desember mendatang.