Cerita Pengunjung soal Sel Khusus Jhon Kei di Nusakambangan

CNN Indonesia
Senin, 12 Nov 2018 20:39 WIB
Kemenkumham menerapkan sistem kelas di lapas untuk membina napi beresiko tinggi dan memisahkannya dari yang lain, seperi John Kei yang kini ingin jadi pendeta.
Terpidana kasus pembunuhan John Kei, saat menghadiri sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, beberapa tahun lalu. (Detikcom/Agung Pambudhy)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tangan kanan John Refra Kei, terpidana kasus pembunuhan, menggoreskan canting pada kain putih. Tangan kirinya menahan kain itu agak mengambang untuk membiarkan tintanya menyerap. Badannya masih tetap berotot dan penuh tato.

Demikian gambaran yang diberikan Tenaga Ahli Kedeputian V Kantor Staf Kepresidenan Ratnaningsih Dasahasta yang mengunjungi John Kei beberapa waktu lalu di Lembaga Pemasyarakatan Parmisan, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

Ketika itu, John tengah menjalani keterampilan yang ia pilih saat menjalani hukuman di sel berkategori medium risk atau resiko menengah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Enggak kebayang badan yang bertato di sekujur tubuh dan berotot begitu, membatik, lentur," ujar Ratnaningsih saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (12/11).

John Kei sebelumnya dikenal sebagai sosok yang tak ragu menggunakan kekerasan di kawasan Ibukota, Jakarta. Namun, kekuasaannya runtuh setelah pengadilan menjatuhkan vonis 16 tahun penjara atas kasus pembunuhan Bos Sanex Steel Indonesia, Tan Harry Tantono, pertengahan 2013.

Ratna menyebut ada perubahan dari pria kelahiran Maluku itu usai menjalani hukuman selama lima tahun di Nusa Kambangan.

Perubahan paling signifikan didapat saat dia ditempatkan di penjara super maximum, yang merupakan blok khusus bagi narapidana yang dianggap berisiko tinggi, selama tiga bulan.

Lapas Nusakambangan, 28 Juli 2016.Lapas Nusakambangan, 28 Juli 2016. (REUTERS/Darren Whiteside)
Penjara ini membuat John nyaris tak bisa berinteraksi dengan orang lain. Ia menempati sel dua meter kali lima meter selama 23 jam per hari sendirian. Satu jam dalam sehari diberikan untuk keluar sel menuju teras sel dan berinteraksi secara terbatas dengan napi lain serta mendapat sinar matahari.

Semua aktivitasnya dipantau oleh kamera CCTV, baik itu tidur, mandi, membaca buku, marah, menangis, termenung. Bahkan, kata Ratna, John hanya bisa bicara dengan tembok penjara.

"Tidak ada yang mampu bertahan di Lapas Super Maximum, sehebat apapun dia," kata John seperti ditulis oleh Ratna, di laman nawalaksp.id.

Karantina selama berbulan-bulan dari interaksi dengan orang lain, lanjutnya, membuat John memiliki banyak waktu untuk berkontemplasi. Dari sana lah mulai muncul kesadaran tentang Tuhan.

"Kalau keluar saya mau jadi pendeta, kalau balik lagi ke penjara saya ingin menjadi pengabdi Tuhan," ucap Ratna, menirukan John.

Setelah dinilai berubah, John Kei ditempatkan di kelas yang lebih rendah. Mulai dari maximum, dan kini ke medium security.

Dua petugas kepolisian bersenjata lengkap berjaga di pintu masuk LP Pasir Putih di Nusakambangan, beberapa waktu lalu.Salah satu lembaga pemasyarakat di Pulau Nusakambangan. (CNN Indonesia/Rosmiyati Dewi Kandi)
Kelas Lapas

Nusa Kambangan sendiri memiliki empat tingkatan pengamanan; Super Maximum Security (Pengamatan Sangat Tinggi), Maximum Security (Pengamanan tinggi), Medium Security (Pengamanan Sedang), dan Minimum Security (Pengamanan Rendah). Model penjenjangan lapas ini baru diterapkan pada Agustus 2017.

Saat ini, kata Ratna, lapas yang mempunyai sel khusus baru ada di lima lokasi, yakni, Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Batu Nusakambangan, Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Pasir Putih Nusakambangan, Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas III Langkat di Sumatera Utara, Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas III Kasongan di Yogyakarta, Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Gunung Sindur di Jawa Barat.

Konsep ini, katanya, dibuat untuk memotivasi narapidana menjadi lebih baik, mencegah terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang di lapas ataupun di rumah tahanan. Yang ditempatkan di kurungan spesial ini kebanyakan dengan latar belakang pembunuhan, teroris, dan narkoba.

John Kei, kata Ratna, merupakan salah satu dari narapidana yang pertama kali masuk lapas super maximum risk. Hasilnya pun terlihat signifikan.

Ke depannya, Ratna menyebut Pemerintah akan memperbanyak lapas jenis ini setidaknya satu di tiap provinsi. Tujuannya, efektivitas pembinaan, terutama napi yang berkategori membahayakan atau high risk.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat memantau Lapas Klas II A Banceuy Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat memantau Lapas Klas II A Banceuy Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. (ANTARA FOTO/Agus Bebeng)
Menurutnya, kendala pembinaan napi saat ini adalah kelebihan kapasitas lapas dan tak adanya penjenjangannya. Ini membuat semua jenis napi, mulai bandar narkoba hingga pencuri ayam, masuk di ruang yang sama.

"Kalau terlalu overcrowded kan enggak bisa bina napinya," kata Ratna.

(arh/sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER