Jakarta, CNN Indonesia -- Tersangka kasus hoaks
Ratna Sarumpaet tertipu senilai Rp50 juta oleh
komplotan yang menjual janji pencairan dana raja-raja di Indonesia senilai Rp23 triliun. Padahal, Ratna adalah aktivis yang dikenal kritis. Hal itu dinilai bisa terjadi karena faktor kecerobohan, keserakahan, serta faktor sugesti dan bias kognitif.
Guru Besar Kriminologi dari Universitas Indonesia Adrianus Meliala mengatakan ada dua faktor yang pada umumnya menyebabkan orang tertipu, yakni faktor ceroboh dan tamak.
"Ceroboh itu karena dia tidak klarifikasi tidak mau
check and recheck, mau cepat dan mau segera selesai. Faktor kedua yang
greedy, rakus, ingin cepat kaya, ingin cepat dapat untung besar dengan cara yang mudah," kata dia, kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (12/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ditambahkannya, status sosial dan tingkat pendidikan seseorang tidak menjamin seseorang terbebas dari masalah penipuan. Bahkan, semakin tinggi tingkat pendidikan korban maka kemungkinan total kerugian yang dialami akan makin besar. Contohnya, kerugian Ratna senilai Rp50 juta.
"Jangan lupa bahwa dewasa ini ada kelasnya. Untuk orang pinter kelas penipuannya bukan receh tapi triliun," jelas dia, yang juga merupakan Anggota Ombudsman ini.
"Maka ya enggak usah aktivis, profesor pun bisa terkelabui apalagi ditambah faktor malas bertanya dan
greedy tadi," Adrianus menambahkan.
 Kriminolog UI Adrianus Meliala di gedung Ombudsman, Jakarta, 2017. ( CNN Indonesia/Bimo Wiwoho) |
Terpisah, pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan dari segi psikologi perempuan cenderung lebih mudah disugesti. Apalagi manusia tidak memiliki kemampuan untuk mendeteksi kebohongan.
"Ada riset klasik yang menyimpulkan bahwa perempuan merupakan salah satu kelompok individu yang memiliki
suggestibility tinggi," kata dia.
"Artinya perempuan lebih mudah menerima sugesti, lebih rentan dipengaruhi, dan mungkin juga bisa dikatakan lebih gampang dikelabui," lanjut dia.
Keadaan ini ditambah dengan kecenderungan kesalahan pemahaman akibat bayangan keunggulan masa lalu atau bias kognitif
hindsight yang dimiliki banyak orang. Keyakinan ini bisa berdampak kurangnya rasa keingintahuan seseorang untuk memverifikasi suatu kasus.
"Tanda-tandanya adalah keyakinan berlebihan bahwa yang bersangkutan akan mampu menangkal segala ancaman, sekaligus terhindar dari bahaya dan lolos dari risiko buruk. Inilah yang menyebabkan banyak orang terkecoh dengan sebuah penipuan," tutup dia.
Sebelumnya, komplotan penipu tersebut mengaku sebagai bagian dari Badan Intelejen Negara (BIN), Interpol, hingga anggota Istana Negara. Ratna dijanjikan bisa mencairkan dana raja-raja di Indonesia sebesar Rp23 triliun.
 Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel. ( CNN Indonesia/Yohannie Linggasari) |
Dana ini disebut-sebut disimpan di bank Singapura dan World Bank, sehingga butuh dana 'operasional' untuk mencairkannya. Nahas, komplotan itu juga sudah menipu orang lain sebelum Ratna sebesar Rp940 juta.
Sebelum kasus kebohongannya tersebar, Ratna dikenal sebagai aktivis Hak Asasi Manusia (HAM). Ia mengkritik banyak kasus sejak masa Presiden Soeharto hingga masa Presiden Jokowi.
(ctr/arh)