Jakarta, CNN Indonesia -- Bupati nonaktif Lampung Selatan
Zainudin Hasan akan menjalani sidang perdana sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada Senin (17/12) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Lampung.
"JPU KPK telah menerima penetapan PN Lampung. Persidangan untuk terdakwa ZH akan dijadwalkan Senin 17 Desember di Pengadilan Tipikor PN Lampung," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah melalui keterangan tertulis, Senin (10/12).
Sebelumnya KPK telah menitipkan Zainudin di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Lampung. Selain Zainudin, KPK juga menitipkan tersangka lainnya yang merupakan anggota DPRD Lampung dari Fraksi PAN Agus Bhakti Nugroho dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Lampung Selatan Anjar Asmara ke Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Bandar Lampung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KPK juga telah melimpahkan berkas perkara Zainudin ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Lampung.
Febri mengatakan nantinya ZH akan didakwa secara kumulatif melakukan suap, konflik kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi dan pencucian uang.
Selama menjabat bupati, adik Ketua MPR Zulkifli Hasan itu diduga menerima suap dan gratifikasi dari sejumlah pihak hingga mencapai Rp100 miliar. Bahkan sebagian aset juga diubah menjadi aset atas nama pihak lain ataupun diri sendiri.
"Diduga total penerimaan suap dan gratifikasi dari sejumlah pihak selama menjabat mencapai Rp100 Miliar," katanya.
Zainudin ditetapkan sebagai tersangka suap terkait proyek infrastruktur di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Lampung Selatan.
Dia dijerat bersama anggota DPRD Lampung dari Fraksi PAN, Agus Bhakti Nugroho, pemilik CV 9 Naga Gilang Ramadhan dan Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan Anjar Asmara.
Zainudin dan Agus diduga mengatur proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Lampung Selatan. Terdapat empat proyek yang diatur Zainudin dan Agus untuk diberikan kepada CV 9 Naga.
Sementara untuk pencucian uang, Zainudin diduga menyamarkan sejumlah asetnya dari hasil tindak pidana korupsi senilai Rp67 miliar.
(gst/pmg)