Jakarta, CNN Indonesia --
Koalisi Masyarakat Sipil, yang merupakan gabungan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), menyebut pendekatan ekonomi dan
infrastruktur di Papua tidak cukup untuk mengakhiri berbagai tragedi di
Bumi Candrawasih. Kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran HAM pun harus dituntaskan.
Pernyataan ini disampaikan dalam merespon insiden penembakan puluhan pekerja PT Istaka Karya di Nduga, Papua, beberapa waktu lalu.
Peneliti dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) Imparsial Evitarossi Budiawan mengatakan pendekatan ekonomi dan infrastruktur tidak cukup menjadi solusi komprehensif mengingat kompleksitas akar persoalan konflik Papua.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, terdapat sejumlah faktor lain yang menyebabkan konflik di Papua terus terjadi hingga hari ini, antara lain masalah sejarah, marginalisasi, hingga tidak tuntas penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
"Ini tidak hanya masalah ekonomi dan infrastruktur, tapi masalah yang lebih mengakar. Pendekatannya harus lebih komprehensif dengan dialog, permasalahan yang lebih mengakar belum disentuh oleh pemerintah," kata Evitarossi saat memberikan keterangan pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (13/12).
Dia pun menilai, pola pendekatan dan kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah dalam menangani konflik Papua cenderung bersifat top down (dari atas ke bawah) bukan kesepakatan yang dihasilkan lewat dialog, khususnya dengan kelompok yang tidak puas dengan kebijakan pemerintah.
 Jalan Trans Papua lokasi penyerangan terhadap pekerja proyek PT Istaka Karya, di Nduga, Papua. ( CNN Indonesia/Lita) |
Sementara itu, Ketua Bidang Kampanye YLBHI Arif Yogiawan meminta pemerintah berhati-hati dalam merespons insiden penembakan puluhan pekerja PT Istaka Karya di Nduga.
Menurutnya, penetapan Papua sebagai daerah operasi militer (DOM) bukan usul yang tepat karena akan menambah kerumitan dalam mengatasi konflik yang terjadi selama ini.
Dia meminta pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla belajar dari kesalahan era Orde Baru yang malah melahirkan tindak kekerasan dan pelanggaran HAM serta memperuncing konflik di Bumi Cendrawasih itu.
"DOM untuk merespon kasus ini sangat tidak tepat. perlu hati-hati merespons kasus ini," ucap Feri.
Pembenntukan TimDalam kesempatan yang sama, Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Feri Kusuma meminta Komisi Nasional (Komnas) HAM segera membentuk tim penyidikan terkait kasus penembakan pekerja PT Istaka Karya di Nduga.
 Petugas membawa kantong jenazah korban penembakan KKB, di Bandara Mozes Kilangin Timika, Mimika, Papua, Kamis (6/12). ( ANTARA FOTO/Jeremias Rahadat) |
Menurutnya, penyidikan ini penting dilakukan oleh Komnas HAM untuk memastikan apakah terjadi pelanggaran HAM sebelum atau setelah kejadian.
"Harus ada satu penyidikan oleh komnas HAM, sebagai salah satu lembaga yang diberikan mandat untuk penyelidikan," kata Feri.
Bahkan, lanjutnya, juga perlu dilakukan penelusuran secara mendalam mengapa tragedi kemanusiaan di Papua kerap terjadi mendekati momentum politik tertentu.
Menurut Feri, Komnas HAM juga harus menelusuri dugaan keterkaitan berbagai hal seperti politik dan ekonomi dengan insiden penembakan puluhan karyawan PT Istaka Karya di Nduga perlu ditelusuri dalam hal ini
"Perlu diusut lebih jauh apa indikasi di balik peristiwa ini, kami melihat ini selalu terjadi pada momentum politik tertentu. Setiap peristiwa yang kategorinya masuk peristiwa besar, kita tidak bisa melihat hanya pada peristiwa itu saja," katanya.
(mts/mts/arh)