Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (
KPU) Arief Budiman mengimbau masyarakat yang ingin pindah domisili memilih untuk mengurus prosedur pindah jauh sebelum hari H pemungutan suara
Pemilu 2019.
Menurutnya, perpindahan domisi pemilih erat kaitannya dengan distribusi logistik Pemilu, salah satunya kotak suara.
"Jangan terlalu dekat. Nanti distribusi logistik juga susah kalau yang pindah terlalu banyak," kata Arief di kantor KPU RI, Jakarta, Senin (17/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses pindah domisili memilih, lanjut Arief, paling lambat saat 30 hari sebelum hari pemungutan suara atau pada 17 Maret 2019.
Setelah tanggal 17 Maret nama-nama pemilih pindah domisili memilih akan terkumpul dan dicatat oleh KPU. Data itu kemudian dicantumkan ke Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
Jumlah itu digunakan oleh KPU untuk menyiapkan surat suara sesuai dengan DPTb di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Atas dasar itu KPU perlu mengetahui dari jauh-jauh hari pemilih yang ingin pindah domisili memilih.
Arief juga menyatakan KPU tengah membahas soal antisipasi pemilih yang tak bisa mengurus pindah domisili memilih dari jauh-jauh hari. Misalnya, pemilih menjelang hari H pemungutan suara jatuh sakit dan harus pindah domisili lantaran dirawat di rumah sakit yang berada di daerah lain.
"Harus ada beberapa hal yang diantisipasi bagaimana dengan data dia di tempat asalnya, apa kita bisa menyiapkan TPS di Rumah Sakit yang
full alat digital supaya mudah meng-
cross check di daerahnya, lalu bagaimana yang rumah sakit di daerah terpencil itu masih dalam bahasan kita," papar Arief.
Selain itu, bagi pemilih yang ingin pindah domisili memilih menjelang hari H pemungutan suara, tetap bisa menggunakan hak suaranya. Namun, si pemilih harus membawa e-KTP. Hak pilih pemilih itu juga harus bergantung pada ketersediaan surat suara di TPS tujuan.
"Prinsipnya, setiap orang yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih dia harus dilindungi untuk dapat menggunakan hak pilihnya," ujar Arief.
(sah/wis)