Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Penerangan Kodam XVII/Cendrawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi menyebut dugaan penggunaan senjata pembunuh massal seperti bom fosfor oleh
TNI di
Nduga, Papua adalah pernyataan konyol.
Aidi menanggapi beredarnya kabar tentang pengguanaan bom fosfor untuk operasi militer di Papua setelah peristiwa pembunuhan pekerja PT Istaka Karya di Nduga.
"Tidak mungkin ditembakkan ke suatu area yang di situ ada pasukan kita [TNI]. Nah, itu agak konyol, berarti kita ikut juga mati," ujarnya saat dihbungi
CNNIndonesia.com, Sabtu (22/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aidi menjelaskan jangkauan dampak yang disebabkan oleh bom fosfor sangat luas dan sifatnya menimbulkan kebakaran.
Oleh karena itu, jika benar telah digunakan bom fosfor, Aidi mempertanyakan seharusnya seluruh Nduga dan mahluk hidup yang ada di dalamnya ikut mati atau paling tidak luka berat dan cacat seumur hidup.
Ia mengatakan foto yang diklaim oleh surat kabar asal Australia,
The Saturday Paper, yang menuding penggunaan bom fosfor tidak menunjukkan luka bakar pada korban.
"Termasuk manusia, makanya lukanya luka terbakar. Kalau yang ditunjukkan di gambar luka terbakar, loh, yang terbakar dari mana?" katanya.
Aidi pun menyebut berita tersebut adalah berita bohong atau hoaks. Ia mengatakan kelompok bersenjata di Papua sedang gencar menyebarkan propaganda agar masyarakat melupakan pembantaian 28 orang pekerja pada awal Desember lalu.
Ia mengklaim pembuat berita bohong tersebut adalah mereka yang tidak mengerti soal karakteristik senjata dan penggunaannya.
Aidi mengatakan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) milik TNI yang ada di Papua tidak sesuai dengan kebutuhan penggunaan bom fosfor yaitu senjata meriam artileri berat.
"Alutsista TNI yang ada di Papua hanya pesawat Helly Angkut jenis Bell, Bolco dan MI-17. Tidak ada pesawat serbu apalagi pengebom," katanya.
Aliansi Mahasiswa Papua, Front Rakyat Indonesia untuk West Papua berunjuk rasa di kawasan Monas, Jakarta. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Bantah Bunuh SipilAidi juga membantah soal penembakan terhadap masyarakat sipil. Ia menegaskan TNI tidak pernah menyerang kecuali sebelumnya diserang oleh kelompok bersenjata tersebut.
Hal ini karena menurutnya semua jenazah penembakan oleh TNI yang ditemukan di Nduga berasal dari kelompok separatis.
Jenazah-jenazah tersebut kata Aidi, bisa saja diklaim sebagai masyarakat sipil karena kelompok bersenjata itu tidak memiliki identitas atau senjata tertentu seperti tentara untuk diidentifikasi.
"Tidak bisa dibedakan kecuali punya senjata. Itu bisa berbentuk rakyat biasa juga bisa menggunakan baju pemerintah daerah, bisa juga menggunakan baju anggota dewan atau aktivis HAM," ujarnya.
Sebelumnya surat kabar asal Australia,
The Saturday Paper menduga aparat menggunakan bom fosfor dan melakukan penembakan terhadap masyarakat sipil di Nduga.
Surat kabar tersebut juga mengklaim memiliki foto-foto yang menunjukkan luka-luka korban bom fosfor. Selain itu, juga diklaim ada pengakuan seorang tentara Indonesia yang menembak menggunakan senjata dengan jenis gas.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto juga telah membantah dugaan penggunaan bom fosfor di Nduga. Ia menyebut hal itu sebagai bagian dari propaganda kelompok separatis.
"Hah, apalagi pospor itu kayak di Vietnam, itu di perang Vietnam sana. Itu propaganda mereka. Enggak ada itu," kata Wiranto beberapa waktu lalu saat konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam.
(ani/pmg)