Jakarta, CNN Indonesia -- Baharudinsyah, bocah 10 tahun yang menjadi korban gelombang
tsunami di pesisir Lampung Selatan, menyanyikan lagu "Ayah Kukirimkan Doa". Musik angklung yang disuguhkan Direktorat Binmas Polda Lampung ikut mengiringinya. Para pengungsi di Lapangan Tenis Indoor Kalianda pun menangis mendengar nyanyiannya.
Meski rumahnya hancur diterjang gelombang tsunami, Baharudin dan kedua orang tuanya selamat dari peristiwa itu. Ia bersama orangtuanya itu kini berada di pengungsian.
Direktorat Binmas Polda Lampung menyuguhkan hiburan musik tradisional angklung untuk menghibur para pengungsi agar tidak larut dalam kesedihan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baharudin memberanikan diri untuk menyumbangkan lagu saat petugas Polda Lampung memberikan kesempatan kepada warga yang ingin bernyanyi.
Saat menyanyikan lagu tersebut, bocah kelas 5 SD itu berusaha tetap tegar menghadapi cobaan yang tengah dialaminya.
Namun kemudian, Bahrudin tak kuasa menahan kesedihan. Sembari bernyanyi, air matanya menetes. Saat itu Bahrudin langsung menangis sesegukan.
Mendengarkan syair lagu begitu menyentuh hati, warga Pulau Sebesi dan Sebuku yang berada di posko pengungsian juga tak kuasa menahan kesedihan. Air mata mereka membasahi pipi, bahkan anak-anak sebaya Bahrudin juga ikut menangis.
Beberapa relawan di posko pengungsian langsung menghampiri Bahrudin. Mereka memberikan semangat atas ketegarannya menghadapi cobaan yang tengah dialaminya.
Bahkan Kabid Humas Polda Lampung Kombes Sulistyaningsih juga ikut mendatangi Bahrudin dengan membawa bunga dan memeluknya sembari meneteskan air mata.
Warga korban tsunami dari Pulau Sebesi dan Sebuku Lampung Selatan di posko pengungsian Kalianda, Lampung Selatan, Lampung. (ANTARA FOTO/Ardiansyah) |
Usai bernyanyi, Baharudin bersama ayahnya, Ismail menceritakan dirinya sedih jika mengingat peristiwa tsunami menghantam rumahnya hingga porak-poranda.
Ia bersama kedua orangtuanya dan warga lain berlari menyelematkan diri menuju ke dataran tinggi.
"Malam kejadian gelombang tsunami itu, posisi saya sedang tertidur dalam kamar. Beruntungnya, bapak dan ibu saya berhasil menyelamatkan saya. Lalu kami semua berlari mengungsi di atas bukit," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Menurutnya, setelah dua malam mengungsi di perbukitan bersama orang tua, mereka dievakuasi ke tempat pengungsian Lapangan Tenis Indoor.
Selain rumah hancur, kata Bahrudin, semua perlengkapan sekolah miliknya juga habis terbawa ombak setelah dihantam gelombang tsunami. Namun Bahrudin tetap ingin mengejar cita-citanya.
"Saya enggak tahu kalau sudah masuk sekolah nanti, semua peralatan sekolah habis. Meski tinggal di pulau, saya mau sekolah terus dan cita-cita saya pengen jadi polisi yang baik dan juga bermanfaat buat orang banyak," katanya.
(zas/pmg)