Warga DKI Surati Anies soal Polemik Air Dikelola Swasta

CNN Indonesia
Kamis, 07 Feb 2019 11:55 WIB
Dalam surat kepada Anies, sejumlah warga mendesak Gubernur DKI tersebut membuka ruang konsultasi publik untuk menyelesaikan persoalan swastanisasi air.
bak pengendapan air di Instalasi Pengolahan Air (IPA) Pejompongan I PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) Jakarta. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah warga DKI Jakarta mengirim surat ke Gubernur DKI Anies Baswedan meminta fasilitas konsultasi publik guna menyelesaikan kasus swastanisasi air.

Dalam suratnya, mereka mendesak Anies membuat forum publik untuk membahas strategi pengambil alihan pengelolaan air dari salah satu swasta, yakni Salim Group. Salim Group diketahui pemilik saham dari dua perusahaan pengelola air Jakarta, PT Aetra Jakarta dan Palyja.

"Air adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan untuk kemakmuran Salim Group atau konglomerat lain," kata Pengacara Publik Alghiffari Aqsa dalam keterangan resminya, Kamis (7/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Oleh karena itu kami meminta Gubernur untuk menyelenggarakan konsultasi publik yang membuka ruang partisipasi seluas-luasnya kepada rakyat dalam menentukan bagaimana pengambilalihan air dari Salim Group kembali ke pangkuan negara," lanjut dia.


Forum publik ini, kata Alghiffari, perlu dilakukan menyusul bakal berakhirnya masa kerja Tim Tata Kelola Air. Menurut dia, dengan berakhirnya masa kerja tim tersebut, kasus swastanisasi air di Jakarta berpotensi terus berlanjut.

Dalam Keputusan Gubernur Nomor 1149 Tahun 2018 yang menjadi dasar hukum terbentuknya tim tersebut, diatur bahwa tim hanya memiliki masa kerja selama enam bulan saja. Artinya tim yang bekerja sejak 10 Agustus 2018 akan berakhir pada 10 Februari mendatang.

"Kami mengetahui bahwa Pemprov DKI justru membuka peluang swastanisasi diperpanjang melalui renegosiasi bahkan memberikan karpet merah kepada konglomerat untuk memprivatisasi PAM Jaya," jelas Alghiffari.

Algfhiffari menegaskan pemberian izin pengelolaan air kepada swasta dapat dilakukan hanya ketika seluruh kebutuhan air masyarakat sudah dipenuhi pemerintah, dan memiliki ketersediaan air yang lebih. Pemerintah, tegasnya, harus mendahulukan masyarakat ketimbang swasta.

"Pemerintah masih dimungkinkan untuk memberikan izin kepada usaha swasta untuk melakukan pengusahaan air dengan syarat-syarat tertentu dan ketat," katanya.

"Maka air tidak boleh dilihat sebagai 'kue investor', namun 'kue rakyat' yang harus dimasak, disajikan dan dibagikan oleh negara kepada rakyat, setelah semua rakyat mendapatkan kue dan masih ada kue yang tersisa baru negara boleh membagikan kue itu ke pihak swasta," sambung Alghiffari soal swastanisasi pengelolaan air di DKI Jakarta.

Pada 23 Januari lalu, Anies mengungkap dirinya bisa saja memperpanjang masa kerja tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum. Pertimbangan itu muncul karena persoalan masa kerja tim hanya sebatas persoalan adminstratif semata. Apalagi, ia memiliki kewenangan untuk memperpanjang ataupun mempersingkat masa kerja tim tersebut.

"Saya kan bisa perpanjang, bisa persingkat. Itu bukan seperti deadline apapun," kata Anies kala itu.

Sementara itu kemarin, Anies mengaku telah menugaskan PD PAM Jaya selaku BUMD DKI di bidang pengelolaan air untuk berkomunikasi dengan pihak swasta perihal pelaksanaan putusan MA tentang swastanisasi air.


Mahkamah Agung dalam putusan kasasi memerintahkan pengembalian pengelolaan air dari pihak swasta kepada pemerintah pada 2017 silam. Namun hampir dua tahun sejak dikeluarkannya putusan tersebut, pengelolaan air di Jakarta masih dipegang dua perusahaan swasta, yakni Palyja dan PT Aetra.

Di satu sisi pada pada 30 November 2018, MA mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang dilayangkan Menteri Keuangan Sri Mulyani atas putusan kasasi swastanisasi air di DKI Jakarta. Pada 1 Februari lalu, Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan dalam putusan PK tersebut, penggugat yakni Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ), disebut tidak memenuhi syarat sebagai Citizen Law Suit (CLS). Namun Andi menolak menjelaskan lebih rinci lantaran belum menerima salinan lengkap putusan tersebut.

CLS merupakan mekanisme bagi warga negara untuk menggugat penyelenggara negara karena dianggap lalai memenuhi hak warga. Penyelenggara negara ini mulai dari Presiden dan Wakil Presiden, menteri, dan pejabat negara lainnya. Pihak selain penyelenggara negara tidak boleh dimasukkan sebagai pihak tergugat maupun turut tergugat.

(ctr/kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER