Peneliti Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego menuturkan Jokowi harus berhati-hati jika memilih mengabaikan Ahok setelah dia bebas. Sebab, tak hanya di Jakarta, orang-orang di luar Jakarta juga banyak yang bersimpati pada Ahok.
Di tengah kontestasi yang sengit ini, Jokowi membutuhkan dukungan dari siapa saja, termasuk Ahokers yang suaranya dianggap tidak terlalu signifikan.
"Semua kalangan harus dirangkul dan Ahok kan punya Ahokers jadi menurut saya normatifnya begitu kalau dibiarkan kan sayang selama ini Ahok dianggap dekat dengan Jokowi," ujar Indria.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indria mengatakan apabila ingin menggandeng Ahok ke kubunya, Jokowi tidak perlu menggembar-gemborkannya lewat media massa. Caranya cukup mendekati, dan menerimanya sebagai warga negara yang sudah bebas.
"Kemudian diajak untuk mendukung dia, tidak usah gembar-gembor itu persoalan komunikasi politik. Kalau gembar-gembor pasti akan menimbulkan reaksi," ujar Indria.
Serupa Indria, Adi menilai Jokowi bisa menggandeng Ahok dan para pendukungnya lewat gerilya bawah tanah.
"Tentu jangan sampai diumbar ke publik, karena kalau diumbar ke publik akan memancing suasana politik identitas kembali menguat," ujar Adi menilai situasi akan dihadapi Jokowi serta Ahok yang kini ingin dipanggil BTP tersebut.
Pengamat Politik dari KedaiKOPI Hendri Satrio memilik pandangan lain. Dia menilai lebih baik Ahok tak memilih untuk terjun ke politik dulu baik langsung maupun tidak langsung dengan menyatakan dukungan bagi peserta Pemilu 2019, baik di tingkat legislatif maupun pilpres.
"Ditahan saja dulu hasrat masuk politiknya, sampai siapapun presiden yang terpilih nanti bisa menyelesaikan residu yang tersisa dari 2017 (Pilgub DKI 2017). Karena bagaimanapun juga residu dari 2017 itu cukup memberatkan. Dan, ini sebetulnya pekerjaan besar yang harus diselesaikan Jokowi sejak 2017 lalu namun belum juga selesai," kata Hendri, Jumat (25/1).
Di satu sisi, Hendri malah menilai sebagai salah satu peserta Pilpres 2019, Jokowi sendiri 'bermain-main' di atas residu Pilgub DKI 2017 tersebut.
"Itu terlihat dari keputusannya memilih Ma'ruf sebagai cawapres," kata Hendri.
Dalam bursa cawapres 2019, Ma'ruf yang menjadi pemberat bagi Ahok dalam persidangan kasus penistaan agama, diumumkan sebagai pendamping Jokowi dalam Pilpres 2019 pada detik-detik akhir.
Sebelumnya, Jokowi disebut akan menggandeng mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD sebagai bakal cawapresnya.
Hendri mengatakan secara karakteristik, loyalis Jokowi dan Ahok memiliki irisan yang tipis. Oleh karena itu, kata dia, bila pun nantinya baik Jokowi ataupun Ma'ruf akan bertemu Ahok sebaiknya itu tak dibungkus dalam bingkai politik. "Jadikan pertemuan biasa saja," ujarnya.
Mengenai rencana Ahok yang disebutkan akan berlibur dan sibuk menjadi pembicara di luar negeri, Hendri menilai itu sebagai bagian dari upaya mendinginkan residu dari Pilgub DKI 2017--terutama yang paling kencang soal kasus penistaan agama.
"Yang penting tahan saja dulu hasrat politiknya. Baru nanti bisa dipikirkan kembali misalnya ingin masuk parpol, yang menonjol misalnya ke PDIP atau juga PSI. Atau, bisa pula reuni dengan Prabowo. Terserah Ahok, tapi tahan dulu," kata Hendri menyikapi langkah yang bisa diambil setelah Ahok bebas.
(sah/kid)