Jakarta, CNN Indonesia --
"Moal aya deui sora azan, moal aya deui nu make tiung. Awewe jeung awewe meunang kawin, lalaki jeung lalaki meunang kawin."Demikian luncuran kalimat yang keluar dari mulut seorang perempuan yang diduga simpatisan Partai Emak-emak Pendukung Prabowo-Sandiaga Uno (
PEPES) kepada salah satu warga yang berdiri di balik pintu rumahnya di
Karawang, Jawa Barat. Pernyataan belakangan diklaim sebagai bentuk kekhawatiran jika capres nomor urut 01 Joko Widodo (
Jokowi)-Ma'ruf Amin memenangi Pilpres 2019.
Dia yang mengatakan kalimat terekam tersebut kemudian diamankan polisi bersama dua orang rekannya. Tiga emak-emak yang diamankan itu berinisial ES (49), IP (45), dan CW (44). Mereka telah ditetapkan polisi sebagai tersangka dugaan kampanye hitam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan yang bila diartikan bebas menjadi 'tak akan ada lagi suara azan, pemakai hijab, pelegalan LGBT' itu pun membuka fenomena gunung es soal kampanye hitam yang kerap mewarnai kontestasi demokrasi.
Menjelang pemilu serentak 2019 saja, berdasarkan catatan
CNNIndonesia.com, setidaknya terdapat enam kasus kampanye hitam dalam rentang waktu 23 September 2018 hingga 13 April 2019.
Dugaan kampanye hitam pertama yang muncul ke publik yaitu yang menyerang cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno pada 23 September 2018.
Kala itu, muncul dan menyebar situs Skandal Sandiaga Uno yang menyebut mantan Wagub DKI Jakarta itu kerap menjalin hubungan dengan tiga perempuan. Situs tersebut pun diblokir Kemenkominfo pada 25 September 2018, namun pelaku belum ditangkap hingga saat ini.
Kemudian pada November 2018, beredar uang kertas rupiah berstempel bentuk lingkaran bertuliskan 'Prabowo: Satria Piningit, Heru Cakra Ratu Adil'. Menyikapi hal tersebut, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak melapor ke Bawaslu dengan alasan laporan mereka sebelumnya tidak pernah ditindaklanjuti.
Selanjutnya, 4 Desember 2018. Terjadi pemasangan spanduk bertuliskan #JokowiBersamaPKI di kawasan Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Bawaslu segera menurunkan spanduk. Namun, siapa yang memasang tidak ditemukan sehingga penelusuran pun tidak dilanjutkan.
Berikutnya pada Januari 2019, terjadi penipuan yang mencatut nama Jokowi. Tindakan ini dicurigai salah satu bentuk kampanye hitam. Pelaku ditahan dan kasus diusut lebih lanjut, tapi belum ada kesimpulan apakah kasus penipuan ini merupakan upaya kampanye hitam hingga saat ini.
Lalu, 25 Januari 2019. Beredar selebaran '
Say No Jokowi' yang menjabarkan 10 poin isu mengenai pemerintahan Jokowi. Kasus ini ditelusuri Bawaslu, tapi pelaku belum ditemukan.
Indikator Keberhasilan Kampanye HitamPengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Idil Akbar, mengatakan kampanye hitam merupakan sebuah upaya menyebarkan fitnah atau informasi bohong (hoaks) dengan tujuan untuk membunuh karakter seorang calon.
Namun efektivitas kampanye hitam yang bertujuan mendegradasi seorang calon tergantung pada area penyebarannya. Kampanye hitam akan efektif mengubah peta elektoral di daerah yang masyarakatnya belum menentukan pilihan terkait Pemilu 2019.
"Kalau dalam konteks degradasi suara atau mempengaruhi perilaku memilih masyarakat, bila itu dilakukan pada basis yang sudah jelas pilihannya saya kira tidak akan efektif. Tapi ini kan yang disasar adalah orang yang
undecided atau
swing voters. Jadi efektif atau tidak sangat tergantung area mereka sebarkan itu," kata Idil kepada
CNNIndonesia.com, Senin (25/2).
Menurutnya, langkah tiga orang ibu-ibu berkampanye hitam dengan menyerang Jokowi-Ma'ruf di Karawang berpotensi memengaruhi peta elektoral di kota tersebut. Berkaca pada hasil survei sejumlah lembaga, Idil mengatakan Karawang dinilai sebagai wilayah yang memberikan kemenangan bagi Jokowi-Ma'ruf.
"[Jokowi'Ma'ruf unggul setidaknya] di bawah 5 persen [di Karawang]," ucapnya.
Selain itu, sambungnya, kampanye hitam itu bisa dikatakan berhasil ketika isunya sudah masuk ke dalam ruang-ruang diskusi masyarakat.
"Semua itu tergantung kualitas isunya dan secara intens masuk ruang diskusi masyarakat. Kalau sudah seperti itu akan jadi hal yang cukup rawan dan harus segera diambil tindakan," kata Idil.
Pengamat politik dari lembaga KedaiKopi, Kunto Adiwibowo, pun sepaham dengan Idil bahwa
kampanye hitam akan efektif di daerah yang masyarakatnya belum menentukan pilihan.
"Kalau berhasil memunculkan kecemasan yang tinggi maka akan efektif, karena kecemasan itu pintu masuk perubahan sikap," ujar Kunto.
Menurut Kunto, kampanye-kampanye hitam sendiri belum akan berhenti jelang pemungutan suara
pemilu 2019 pada 17 April mendatang. Pasalnya, kata dia, salah satunya berdasarkan hasil survei lembaganya ditemukan data bahwa sebanyak 35 persen pemilih akan menentukan pilihan di masa tenang atau sekitar sepekan sebelum hari pemungutan suara berlangsung.
"Lebih dari 35 persen pemilih akan menentukan pilihan di hari tenang atau hari H. Jadi sekarang sudah punya tendensi tapi belum bulat, semakin dekat hari H itu biasanya yang akan menempel akan dibawa ke tempat pemungutan suara," kata dia.
"Jadi kita akan lihat pertarungan besar-besaran di akhir kampanye," ucap Kunto menambahkan.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo pun senada dengan Kunto mengenai pertarungan keras jelang detik-detik akhir pemungutan suara.
Karyono mengatakan kampanye hitam menjadi salah satu model yang digunakan pendukung atau tim kandidat di lokasi yang peta kekuatannya dalam kontestasi elektoral bisa dikatakan masih di bawah kompetitornya. Hal tersebut, kata dia, pun sama modelnya dengan yang terjadi di negara-negara penganut sistem demokrasi lain.
Namun menurut Karyono, model kampanye hitam buruk dan kontraproduktif bagi perkembangan demokrasi. Pasalnya kampanye hitam cenderung mengabarkan isu-isu atau berita bohong (hoaks) untuk mendegradasi elektoral lawan politik.
"[Penyebaran kampanye hitam] sulit hilang, meskipun di Indonesia sendiri sudah ada aturannya dalam undang-undang dan PKPU," ujar dia.
 Para kontestan Pilpres 2019, Capres nomor urut 01 Joko Widodo dan Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) |
Mencegah Peredaran Kampanye HitamUntuk mencegah beredarnya kampanye hitam, kata dia, perlu andil semua pihak dari mulai penyelenggara pemilu, penegak hukum, hingga kontestan serta para pendukungnya. Ia pun mengkritik penandatanganan pakta integritas sebelum gelaran proses pemilu sebagai upaya seremonial belaka karena hasilnya kampanye hitam masih banyak beredar di masing-masing kubu.
Butuh ketegasan dan komitmen moral dalam melaksanakan undang-undang, serta penegakan hukum yang tegas pula tanpa memerhatikan pertimbangan politis.
Hal yang perlu diperhatikan lagi dalam peniadaan kampanye hitam adalah dugaan tim atau relawan kandidat menggunakan simpatisan di luar struktur untuk melakukan tugas tersebut.
"Kontestan, atau kandidat, atau tim paslon selalu menepis. Kalau ada yang
black campaign semuanya menolak, tidak mengakui. Mereka mengatakan itu bukan bagian dari tim," kata Karyono.
Karyono mengatakan daripada model kampanye hitam, dalam tataran kontestasi demokrasi sebetulnya ada dua hal yang diperbolehkan yakni kampanye negatif dan positif. Dua model kampanye terakhir tersebut, katanya, diperbolehkan karena muncul berbasiskan fakta dan data untuk menjatuhkan lawan politik.
"Sebaliknya kalau
black campaign cenderung hoaks, karena tidak bisa dipertanggungjawabkan dari segi data," ujar Karyono seraya menegaskan itulah yang membuat model kampanye hitam cenderung merusak demokrasi.