Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus penyebaran
berita bohong atau hoaks
Ratna Sarumpaet mengaku keberatan dengan saksi dari unsur kepolisian yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Untuk saksi polisi kami keberatan, karena pelapor dan penyidik," ujar salah satu kuasa hukum Ratna Insank Nasruddin di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/3).
Menurut tim kuasa hukum, saksi dari unsur kepolisian dapat berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Walhasil, kata dia, kesaksian dari pihak penyidik dan pelapor tersebut berpotensi tidak objektif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut hemat kami kesaksian sangat bertentangan dan terjadi
conflict of interest dengan kesaksian. Kami nilai kesaksian akan lebih mementingkan pekerjaan, dan akan menjadi subyektifitas," katanya.
Keberatan kuasa hukum Ratna itu pun ditanggapi JPU. Menurut JPU, penunjukan pihak kepolisian sebagai saksi sudah sesuai aturan.
"Sebagaimana telah disampaikan, bahwa salah satu fungsi kepolisian sebagai penyelidik. Jadi ketika tahu ada hal-hal yang tidak sesuai aturan hukum mereka sesuai dengan aturan. Jadi mereka juga mengetahui tindak pidana dan melapor," ujar JPU.
Hal itu diamini Majelis Hakim. Hakim menilai saksi mengetahui tindak pidana yang dilakukan Ratna. Saksi dari unsur kepolisian itu pun akan diperiksa di bawah sumpah.
Akhirnya, kuasa hukum Ratna pun menyetujui saksi memberikan pernyataan. Hanya saja, ia meminta saksi diperiksa namun tidak di bawah sumpah.
"Mohon izin mereka akan diperiksa tapi tidak di bawah sumpah," kata kuasa hukum.
Hal itu langsung ditolak majelis hakim. Menurut hakim, saksi yang hadir saat ini tidak bisa dibebaskan, dan akan tetap diperiksa di bawah sumpah sesuai aturan yang berlaku.
"Jadi sesuai pasal 168 bahwa saksi ini bukan saksi yang dapat mengundurkan diri dan bukan yang dapat kita bebaskan sebagai saksi, dan bukan saksi di bawah umur dan bukan saksi maka saksi akan diperiksa di bawah sumpah. Dan keberatan saudara akan kita catat," kata majelis hakim.
Dalam kasus ini, JPU mendakwa Ratna dengan Pasal 14 ayat 1 UU Peraturan Hukum Pidana karena dianggap telah menyebarkan berita bohong untuk membuat keonaran.
Kemudian untuk dakwaan kedua untuk Ratna adalah pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45A ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). JPU menilai Ratna telah menyebarkan informasi untuk menimbulkan kebencian atas dasar Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).
[Gambas:Video CNN] (sah/kid)