Pakar semiotika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Acep Iwan Saidi menilai minimnya penampilan Ma'ruf dalam video iklan kampanye berkaitan dengan nilai jual untuk meningkatkan elektabilitas jelang hari pemungutan suara.
Menurut dia, Ma'ruf memiliki kecenderungan menurunkan elektabilitas alih-alih dihadirkan untuk menambah tingkat keterpilihan pasangan capres dan cawapres nomor urut 01.
"Di Jokowi, Ma'ruf ali-alih mengisi malah mungkin menurunkan," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kata dia, kondisi tersebut berbeda dengan pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 yang diusung empat partai politik yakni Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat.
Dia menilai Prabowo dan Sandi merupakan pasangan yang dapat saling mengisi antara satu dengan lainnya. Dia berpendapat, sumbangsih Prabowo dan Sandi untuk elektabilitas pasangannya dapat dinilai berimbang.
"Jadi ini pasangan yang tak bisa dipisahkan karena satu sama lain saling mengisi," ucap dia.
Secara umum, Acep melihat tidak ada hal yang baru dari video iklan kampanye capres-cawapres yang telah dipublikasikan oleh KPU.
Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto (kanan) berorasi saat kampanye terbuka di Lapangan Karebosi Makassar, Sulawesi Selatan. (ANTARA FOTO/Yusran Uccang) |
Dia menilai video iklan kampanye tersebut hanya menggambarkan apa yang telah disampaikan oleh masing-masing capres dan cawapres.
"Enggak ada yang baru, kita enggak disuguhkan hal baru secara visual. Saya tidak lihat ada eksplorasi visual yang dilakukan kedua kubu," katanya.
Lebih jauh, Acep menyoroti sebuah video Jokowi yang mengangkat tema hijrah. Tema tersebut dianggap menjadi ironis mengingat posisi Jokowi yang merupakan capres petahana.
Dia menerangkan, hijrah dalam Islam berarti berubah atau pindah dari keburukan ke arah kebaikan.
Sehingga, menurut Acep, hal tersebut dapat diartikan bahwa pemerintahan Jokowi yang telah berjalan hampir selama lima tahun ini berada dalam situasi keburukan.
"Jika begitu, pemerintahan petahana selama satu periode berjalan ini adalah keburukan. Jika hijrahnya dipahami ke kemajuan atau Indonesia maju berarti diakui bahwa sekarang ini Indonesia sedang mundur," ucap Acep.
(mts/pmg)