ANALISIS

Surat SBY dan Jubah Politik Islam Prabowo

CNN Indonesia
Senin, 08 Apr 2019 16:49 WIB
SBY menyentil gaya kampanye Prabowo yang eksklusif. Di sisi lain pengamat menilai kubu 02 tak bisa menampik efek elektoral yang didapat lewat politik identitas.
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudoyono (SBY) saat ditemani putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono, menerima kedatangan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto di kediaman pribadinya, kawasan Mega Kuningan, Jakarta, 21 Desember 2018. (Dok. Partai Demokrat)
Pangi mengatakan teguran SBY lewat surat tidak bisa dibaca berdiri sendiri. Surat itu keluar setelah Direktur Media dan Komunikasi BPN Hashim Djojohadikusumo menyebut jatah kursi menteri untuk Demokrat belum pasti, sementara untuk PAN dan PKS telah disetujui.

Momentum itu juga dibarengi dengan ketidakhadiran putra sulung SBY yang merupakan Komandan Kogasma Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam kampanye akbar Prabowo di SUGBK kemarin.

Padahal, AHY didapuk tugas oleh SBY untuk mengelola upaya pemenangan pemilu partainya, baik untuk pileg maupun sokongan dalam Pilpres. Mobilitas SBY saat ini berkurang karena sedang berkonsentrasi mengurus istrinya, Ani Yudhoyono, yang menjalani pengobatan kanker di Singapura.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bisa dibaca sinyal dari SBY atas pernyataan Hashim. Pasti dia 'sakit' setelah Hasyim bilang jatah [menteri] PKS sekian, PAN sekian, tapi Demokrat belum tentu," tuturnya.


Bawono juga berpendapat sama. Surat SBY itu harus direspons serius oleh Prabowo. Sebab, jika SBY dan Demokrat tak dijaga oleh kubu 02, mereka berpeluang memunculkan pengaruh dalam segi elektoral.

"Akan membuat suara Demokrat tidak solid seperti PKS dan Gerindra dalam mendukung Prabowo. Karena kader Demokrat itu apa yang dibilang SBY putih, ya putih, hitam ya hitam," ucap Bawono.

Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Firman Manan pun menilai sentilan SBY untuk kubu Prabowo saat ini bisa dilihat sebagai bagian dari politik dua kaki yang dimainkan partai berlambang mercy tersebut selama ini.

Sebagai partai politik, menurutnya, Demokrat harus menjaga berbagai kemungkinan yang terjadi pasca pemungutan suara Pemilu 2019 pada 17 April mendatang, termasuk peluang bergabung ke dalam koalisi pemerintahan yang dipimpin Jokowi-Ma'ruf.

"Koalisi elektoral itu akan pecah ketika pemilu sudah selesai, lalu akan muncul koalisi pemerintahan. Partai-partai di luar koalisi elektoral itu akan bergabung. Tentu menjaga segala kemungkinan, kalau ternyata yang menang Jokowi-Ma'ruf," kata Firman kepada CNNIndonesia.com.

Lagipula, bukan kali ini saja SBY mengkritik kubu Prabowo dalam berkampanye untuk kemenangan Pilpres 2019. SBY diketahui pernah mengkritik Prabowo secara terbuka terkait konten kampanye yang dinilainya tak menjabarkan solusi, kebijakan, dan program yang akan dijalankan untuk Indonesia lima tahun ke depan.


Selain itu, tak bisa dipungkiri pula di akar rumput, SBY membolehkan kadernya berbeda pilihan dalam pilpres jika untuk meraih kemenangan dalam pileg. Contohnya saja caleg Demokrat untuk DPR yang memilih Jokowi disandingkan dalam Alat Peraga Kampanye (APK)-nya yakni Johni Allen di Dapil Sumut 2.

Jhoni mengatakan dirinya bukan kader Demokrat sendiri yang memiliki sikap politik berbeda dengan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat di pilpres 2019

"Karena tidak ada kader Demokrat di pilpres 2019. Jadi bebas berikan pandangan," kata Jhoni kepada CNNIndonesia.com, 1 Februari lalu.

Meskipun membebaskan kader di daerah, Wasekjen Demokrat Andi Arief menyatakan parpolnya tetap mengusung Paslon 02 dalam Pilpres 2019.

Pada 3 Februari lalu, Andi mengatakan perlu siasat dalam menghadapi Pemilu 2019 yang mana pileg dan pilpres dihelat secara serentak.

Pada sejumlah survei, Demokrat memang diunggulkan untuk dapat menembus ambang batas parlemen 4 persen dan masuk ke DPR meski tak berada di tiga besar. Tiga di antaranya berdasarkan survei terkini dari Indikator Politik Indonesia, LSI Denny JA, dan Litbang Kompas.


(dhf/kid)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER