Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus suap Dana Hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (
KONI), Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy mengatakan pernah mendengar keluhan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Alfitra Salam karena diminta menyediakan uang Rp5 miliar oleh Menpora
Imam Nahrawi.
Hamidy mengatakan hal tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa Bendahara Umum KONI Johny E Awuy di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin (29/4) malam.
Dari keluh kesah yang disampaikan Alfitra, Hamidy mengatakan jika Alfitra sudah tidak kuat lagi menjadi Sesmenpora. Hal itu tak lain karena Alfitra merasa tidak sanggup untuk memenuhi permintaan Imam menyiapkan uang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, Hamidy mengatakan, Alfitra menceritakan hal tersebut sambil menangis dengan disaksikan oleh istrinya.
"Pak Alfitra bilang 'saya mau mengundurkan diri dari Sesmenpora karena enggak tahan, sudah terlalu berat beban saya'. Karena curhat sambil menangis dengan [disaksikan] istrinya, beliau harus siapkan uang Rp5 miliar," ujarnya.
Keterangan tersebut disebut Hamidy karena Alfitra pernah meminjam uang sebesar Rp5 miliar kepadanya. Namun karena tidak memiliki uang sebanyak itu, Hamidy pun menolak permintaan tersebut.
Kemudian, Hamidy melanjutkan, Alfitra menceritakan posisinya sebagai Sesmenpora akan digantikan bila dia tidak menuruti permintaan Nahrawi soal uang Rp5 miliar itu. Permintaan tersebut pun datang langsung oleh Nahrawi.
"Kalau informasi beliau Pak Menteri. Dia bilang bukan akan dicopot, tapi akan diganti," tuturnya.
Tak Pernah ke KONIDi sisi lain, saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus suap Dana Hibah KONI dari terdakwa Ending Fuad Hamidy, Imam Nahrawi sebelumnya mengaku tidak pernah mengunjungi kantor KONI sejak menjabat sebagai Menpora pada 2014.
Padahal, kantor KONI yang berada di Jalan Pintu 1 Senayan yang terletak tak jauh dari gedung Kemenpora.
Awalnya jaksa penuntut umum mempertanyakan soal hubungan Imam dengan asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Imam pun menjelaskan jika dirinya mulai kenal dengan Ulum pada 2015.
 Penyidik menunjukkan barang bukti uang saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan kasus korupsi pejabat pada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) serta pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (19/12/2018) malam. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta) |
Sebagai asisten pribadi, Imam mengatakan Ulum memiliki sejumlah tugas seperti pengaturan jadwal, koordinasi dengan protokol dan membantu dalam dokumentasi. Namun Imam membantah jika Ulum diberikan tugas untuk mengurus pencairan dana proposal.
"Tidak [mengurus proposal]. Karena biasanya proposal setelah saya telaah, langsung diambil kembali oleh sekretariat," ujar Imam.
Kemudian, jaksa pun menanyakan kepada Imam apakah dirinya pernah mengunjungi kantor KONI. Imam pun menjawab tidak pernah.
"Belum," kata Imam.
"Sama sekali sejak tahun 2014?", tanya jaksa.
"Belum," jawab Imam. Ia lalu mengaku tidak tahu apakah Ulum pernah berkunjung ke kantor KONI atau tidak.
KPK sebelumnya telah menetapkan Staf Kemenpora Eko Triyanto dan Kepala Bidang Sentra Olahraga Pendidikan Kemenpora Adi Purnomo sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Keduanya menjadi tersangka karena menerima gratifikasi dari Hamidy.
Selain keduanya, KPK juga menetapkam Deputi Bidang Peningkatan Olahraga Kemenpora Mulyana sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, Hamidy dan Johny E Awuy didakwa menyuap Mulyana. Mereka menyuap untuk memperlancar proposal yang diajukan oleh KONI dan mempercepat pencairan dana dari Kementerian.
Dalam surat dakwaan, Hamidy bersama Johny memberikan hadiah kepada Mulyana berupa satu unit mobil Fortuner VRZ TRD, uang sejumlah Rp 300 juta, satu buah kartu ATM Debit BNI dengan saldo senilai Rp 100 juta, dan satu buah handphone Samsung Galaxy Note 9.
(gst/end)