Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (
KPAI) Susanto mengatakan ayat tentang kemungkinan permintaan dispensasi terhadap
perkawinan anak dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan salah satu permasalahan dalam pelindungan anak di Indonesia.
"Ruang pemberian dispensasi dalam Undang-Undang Perkawinan menjadi tantangan dalam upaya pencegahan perkawinan anak," sebutnya dalam rapat koordinasi yang diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Jakarta, Jumat (24/5) seperti dilansir
Antara.
Ayat yang mengatur soal dispensasi tersebut, kata Susanto, seolah menegasikan aturan pencegahan perkawinan anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, Susanto pun merekomendasikan agar terbit peraturan Mahkamah Agung (MA) guna memutus pemberian dispensasi sebagai upaya mencegah perkawinan anak.
"KPAI sendiri merekomendasikan usia perkawinan dinaikkan menjadi 19 tahun hingga 21 tahun. Namun, apakah aturan 19 tahun atau 21 tahun itu masih akan efektif bila masih ada ruang dispensasi bagi perkawinan anak?" ujar Susanto.
Selain upaya melalui aturan, Susanto menilai usaha pencegahan perkawinan anak juga memerlukan kebijakan yang lintas sektor yang mendukung seperti aturan tentang wajib belajar.
"Kebijakan wajib belajar 12 tahun baru di beberapa daerah dan bersifat lokal dan belum menjadi norma nasional. Bila wajib belajar 12 tahun bisa menjadi norma nasional, hal itu bisa menjadi pencegah perkawinan anak," jelasnya.
Susanto mengatakan dampak perkawinan anak sudah banyak dielaborasi dan disampaikan banyak melalui berbagai riset sosial maupun riset keluarga.
"Kesimpulannya sudah selesai. Perkawinan anak berdampak buruk bagi anak," ujarnya.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perkawinan Anak menggelar rapat koordinasi untuk menetapkan langkah pemerintah dalam pencegahan perkawinan anak setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perkawinan anak.
Rapat koordinasi tersebut diikuti perwakilan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Kesehatan, KPAI, Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Rapat koordinasi juga melibatkan sejumlah lembaga swadaya masyarakat, seperti Yayasan Kesehatan Perempuan, Kapal Perempuan, Aliansi Remaja Indonesia, Kalyana Mitra, Koalisi Perempuan Indonesia, dan Ikatan Bidan Indonesia serta perwakilan dari Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (Unicef) dan Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA).
(antara/kid)