Jakarta, CNN Indonesia -- Raut sedih di tengah perayaan
Idul Fitri 1440 Hijriah tak dapat disembunyikan korban bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi di Kota
Palu, Sulawesi Tengah yang masih tinggal di pengungsian hingga hari ini.
Kebanyakan dari mereka memang sudah kehilangan tempat tinggal, harta benda dan sanak saudara saat bencana yang melanda pada 28 September 2018 silam.
Para pengungsi dan anggota keluarga tampak berderai air mata saat berjabat salam saling memaafkan usai mengikuti ibadah Salat Idul Fitri lebaran 2019. Salah satunya pengungsi di kawasan pengungsian halaman Masjid Agung Darussalam Palu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ratusan pengungsi yang telah tinggal sembilan bulan lamanya di tenda-tenda pengungsian tersebut tampak bersemangat mengikuti Salat Id yang kali ini dilaksanakan di dalam Masjid Agung Darussalam Palu itu.
"Sedih pasti. Kalau tahun kemarin Lebaran di rumah. Sekarang berlebaran di sini (tenda pengungsian)," kata salah satu pengungsi, Fitri seperti mengutip
Antara, Rabu (5/6).
Meski begitu, ia mengaku tetap tabah dan sabar menghadapi kenyataan pahit yang juga dirasakan ratusan kepala keluarga (KK) yang tinggal di sana.
"Semoga kami bisa segera pindah di huntara (hunian sementara). Sebagian sudah pindah. Sisanya kurang tahu bagaimana. Katanya habis Lebaran ini," ujarnya.
Dia berharap janji-janji yang disampaikan baik oleh pemerintah Joko Widodo dan pemerintah daerah mengenai kepastian dirinya dan pengungsi lainnya menempati huntara dalam waktu dekat ini bukan hanya isapan jempol belaka.
Selain itu, pengungsi korban likuefaksi di kawasan pengungsian terpadu Sport Center Kelurahan Balaroa juga berharap demikian.
"Saya dengan keluarga sudah capek dan bosan tinggal di tenda pengungsian ini. Mana belum ada kejelasan dari pemerintah soal kapan kami pindah ke huntara," ujar salah satu pengungsi Yulista.
Dia dan keluarga yang kehilangan tempat tinggal akibat likuefaksi di kawasan Perumahan Nasional (Perumnas) Balaroa itu tidak bisa menyembunyikan kesedihannya merayakan hari raya Idul Fitri bersama keluarga di tenda pengungsian.
"Kalau bapak ibu mau tau bagaimana rasanya tinggal sembilan bulan lamanya di tenda pengungsi. Kemari saja. Rasakan sendiri tidur tidak lelap, malam kedinginan dan kalau siang hari panasnya minta ampun," katanya.
Meski demikian, dia bersyukur masih dapat merayakan lebaran dengan sanak keluarga dan saudara meski duka belum bisa hilang dari ingatannya.
[Gambas:Video CNN] (antara/dal)