Menurut Adi, sebenarnya pembelahan di masyarakat akibat perbedaan pandangan politik akan selalu ada. Meskipun proses pemilu sudah selesai, dan MK telah mengeluarkan putusan, Adi memprediksi pembelahan antara pendukung Jokowi dan Prabowo akan tetap ada. Bahkan meski rekonsiliasi telah dilakukan sekali pun.
Baginya, jauh lebih penting agar Jokowi dan Prabowo beserta politisi lainnya mendorong agar kritik dan narasi yang beredar di masyarakat tidak lagi bernuansa negatif. Kritik harus dilontarkan demi kemajuan bangsa secara keseluruhan. Tidak seperti yang berseliweran di khalayak selama ini.
"Jadi apapun yang terjadi harus diterima dengan lapang dada. Kritik-kritik politik harus bersifat substansial. Jangan ada lagi fitnah-fitnah seperti PKI, Cina, dan lain-lain," kata Adi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito menilai manuver-manuver elite politik terkait putusan MK nanti secara tidak langsung terpengaruh apa yang telah terjadi pada 21 dan 22 Mei 2019.
Di satu sisi, menurut peneliti ideologi politik dan basis sosial ini, di akar rumput sebetulnya situasi sudah lebih 'dingin' pascapilpres 2019. Hal yang patut diwaspadai, kata dia, adalah di tingkat kelas menengah dan elite yang masih terbilang rajin mendistribukasikan kabar-kabar terkini baik benar maupun hoaks.
"Di tingkat-tingkat elite itu lah yang perlu diwaspadai jika terjadi manuver-manuver lain. Tapi, pascaperistiwa 22 Mei lalu, itu telah menjadi
warning, bahwa ke sininya elite harus pandai-pandai mengelola manuver sehigga tidak berdampak negatif, yang justru malah menyerang dirinya sendiri," ujar Arie, saat dihubungi, Kamis (12/6).
Misalnya, aksi massa di depan Bawaslu RI, di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, 21-22 Mei. Aksi yang semula berlangsung damai pada siang hingga petang hari itu berubah jadi kerusuhan pada malam hari. Kerusuhan pun terjadi hingga keesokan harinya dan menyebar ke daerah sekitar Bawaslu karena polisi berusaha meredam keributan massa.
 Polisi berusaha meredam massa yang rusuh di Jalan MH Thamrin, seberang Gedung Bawaslu RI, Jakarta Pusat, 22 Mei 2019. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
"Apa yang terjadi pada 21 dan 22 Mei itu akan menjadi pelajaran, sehingga aktor-aktor politik akan berpikir dua kali untuk melakukan manuver-manuver berisiko [pascaputusan MK]," ujar pengajar di departemen sosiologi FISIP UGM tersebut.
Arie pun mengingatkan kembali bahwa putusan MK adalah hasil final yang harus dipatuhi, dan tidak bisa digugat lagi. Hal tersebut, kata dia, pastilah akan masuk ke dalam perhitungan politis bagi semua pihak yang terlibat dalam kontestasi pemilu ini.
Lebih lanjut, Arie mengatakan sembilan hakim konstitusi yang akan menangani perkara PHPU Pilpres 2019 itu pun patut dinanti integritasnya. Para hakim, kata Arie, tentunya akan bertaruh untuk menangani perkara tersebut seadil-adilnya tanpa terpengaruh tekanan dari pihak mana pun.
(bmw/kid)