Jakarta, CNN Indonesia -- Polisi menyampaikan tim gabungan yang dibentuk Kapolri Jenderal
Tito Karnavian untuk mengusut kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK
Novel Baswedan tengah menyusun laporan tentang temuan selama ini.
"Sesuai dengan surat perintah Bapak Kapolri, ada pakar, ada penyidik KPK, ada penyidik Polda Metro Jaya kan sudah berakhir kemarin, tapi tentunya dari tim sudah menyusun laporannya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Selasa (9/7).
Namun, Argo enggan membeberkan seperti apa laporan yang akan disampaikan oleh tim gabungan tersebut. Argo mengatakan laporan tersebut akan disampaikan secara langsung kepada Tito selaku Kapolri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Laporan nanti akan dikirim ke pimpinan Polri ya," ujarnya.
Argo menyampaikan meski masa tugas tim gabungan telah berakhir pada 7 Juli lalu, namun menurutnya penyidikan atas kasus Novel tetap berjalan.
"Semuanya masih tetap berjalan ya," ucap Argo.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian enggan bicara soal Tim Gabungan kasus penyiraman air keras terhadap Novel.
Tim gabungan itu sendiri diketahui dibentuk langsung oleh Tito lewat Surat Keputusan nomor: Sgas/ 3/I/HUK.6.6/2019. Tim yang beranggotakan 65 orang memiliki masa tugas selama enam bulan dan sudah habis kemarin, 7 Juli 2019.
 Kapolri Jenderal Tito Karnavian enggan buka suara terkait Tim Gabungan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (8/7). (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan) |
Tito mengatakan perkembangan soal Tim Gabungan kasus Novel akan disampaikan oleh Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal.
"Nanti disampaikan Kadiv Humas. Tanya Kadiv Humas," kata Tito sambil bergegas masuk ke dalam mobilnya di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Sementara itu, anggota tim gabungan, Hendardi menyampaikan hasil investigasi akan dilaporkan kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada pekan ini.
"Kami mesti sampaikan kepada Kapolri dulu yang memberikan mandat, bukan melaporkan kepada ICW atau Koalisi ini-itu, atau siapapun," kata Hendardi kepada
CNNIndonesia.com, Senin (8/7).
Perlu Pembaruan TimAmnesty Internasional Indonesia (AII) menyebut perlu ada pembaruan tim gabungan dalam rangka mengusut kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
"Ya, mestinya ada (pembaruan tim)," kata Direktur Eksekutif AII, Usman Hamid di Mapolda Metro Jaya, Selasa (9/7).
Usman mengatakan pembaruan tim itu merujuk pada laporan Komnas HAM yang menyebut ada penyalahgunaan dalam proses hukum kepolisian.
"Nah, siapa yang menggunakan itu secara salah, menyalahgunakan proses dan apakah orang-orang yang menyalahgunakan proses itu sudah diganti dan tidak dilibatkan dalam proses pengusutan, saya kira itu yang perlu diperhatikan," tuturnya.
Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Ia menyampaikan perlu atau tidaknya pembentukan tim baru tersebut ada di tangan Kapolri.
Namun, Usman mengatakan untuk mengusut kasus Novel perlu tim gabungan yang tidak hanya melibatkan pihak kepolisian saja. Menurutnya, tim gabungan itu juga harus melibatkan para ahli dan para tokoh yang memiliki integritas moral tinggi.
Usman menuturkan ada sejumlah rujukan yang bisa digunakan dalam pembentukan tim tersebut. Antara lain, tim pencari fakta kasus Munir yang dibentuk di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, ataupun tim gabungan pencari fakta kasus kerusuhan Mei 1998 di era pemerintahan Habibie.
"Saya kira dua itu bisa dijadikan rujukan untuk disuarakan masyarakat sipil," ujarnya.
Lebih lanjut, Usman mengatakan kepolisian tetap berkewajiban untuk mengusut kasus penyiraman air keras terhadap Novel. Pasalnya, pencarian barang bukti, penggeledahan, hingga penangkapan hanya bisa dilakukan oleh kepolisian.
Namun, lanjutnya, tim tersebut tetap harus dipantau oleh masyarakat sipil agar pengusutan kasus bisa diselesaikan sampai tuntas.
"Karena dalam pengalamannya sering kali tanpa pengawasan secara dekat dari kalangan masyarakat sipil, proses pengusutan kasus-kasus yang semacam ini berakhir tanpa kejelasan," tutur Usman.
[Gambas:Video CNN] (dis/pmg)