Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung RI,
HM Prasetyo, menilai kasus yang menimpa
Baiq Nuril patut dijadikan pelajaran bagi masyarakat agar lebih cermat dalam menggunakan ponsel dan merekam satu peristiwa.
"Ini satu hal yang patut dijadikan pelajaran oleh semuanya, termasuk juga Baiq Nuril sendiri, agar lebih berhati-hati, karena sering kali orang itu merekam, mengirim berita menggunakan HP, itu
pencet dulu baru mikir," ujarnya di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (26/7).
Prasetyo sendiri menyambut baik keputusan Dewan Perwakilan Rakyat yang menyetujui Presiden RI Joko Widodo untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril. Prasetyo pun mengaku setuju dengan keputusan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya juga telah memberi tahu pihak Kejaksaan Negeri Mataram dan Kejaksaan Tinggi NTB supaya tidak lagi memikirkan soal eksekusi.
"Kalau sudah ada amnesti, tentunya kita tidak lagi berpikir soal eksekusi. Kalau kita kaitkan dengan putusan MA yang sudah inkrah, harusnya kita eksekusi, tapi justru untuk putusan Baiq Nuril ini kan ada kebijakan dari presiden untuk berikan amnesti dan sekarang sudah mendekati akhir dan final, jadi kita tunggu saja seperti apa," tuturnya.
DPR telah setuju pemberian amnesti untuk Baiq Nuril dan memberi pertimbangan kepada Presiden Jokowi. Persetujuan tersebut diambil dalam sidang paripurna ke-23 masa sidang V Tahun 2018/2019 yang dipimpin Wakil Ketua DPR, Utut Adianto.
Perkara ini bermula ketika Baiq Nuril dituding menyebarkan rekaman percakapan telepon dengan atasannya, Muslim, yang dianggap melecehkan. Merasa dipermalukan, Muslim pun melaporkan perkara itu ke polisi.
Baiq Nuril dinyatakan tidak memenuhi pidana pelanggaran UU ITE pada putusan pengadilan tingkat pertama. Namun putusan kasasi MA pada 26 September 2018 menjatuhkan vonis kepada Baiq Nuril selama enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.
(gst/has)