Komnas HAM Dorong Acuan Atasi Kebijakan Diskriminatif Daerah

CNN Indonesia
Selasa, 30 Jul 2019 03:22 WIB
Komnas HAM menyebut banyak kebijakan daerah yang diskriminatif ke kelompok tertentu. Menurut mereka, diskriminasi tersebut harus segera dihentikan.
Tujuh komisioner Komnas HAM periode 2017-2022 dari kiri ke kanan: Mochammad Choirul Anam, Hairansyah, Ahmad Taufan Damanik, Sandrayati Moniaga, Beka Ulung Hapsara, Munafrizal Manan, dan Amiruddin Al Rahab. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti masih banyaknya kebijakan di daerah yang cenderung diskriminatif terhadap kelompok tertentu.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan kebijakan seperti itu selalu bertambah jumlahnya. Walhasil, sambungnya, fenomena tersebut pun harus diwaspadai karena kontrol yang semakin kurang.

"Saya kira perda-perda diskriminatif juga tidak berkurang," ujar Beka di Hotel Orio, Jakarta Pusat , Senin (29/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Itu lebih banyak di edaran, surat keputusan bupati, yang kemudian lebih subjektif dari pemimpin daerah karena antara DPRD dengan masyarakat," sambungnya.


Salah satu contoh, kata Beka, ada di Kabupaten Bantul, Jawa Timur terkait pencabutan izin mendirikan bangunan (IMB) gereja yang dilakukan bupati setempat.

"Padahal itu sudah IMB diterbitkan oleh pemerintah kabupaten, kemudian karena desakan oleh kelompok intoleran, kemudian dicabut," ujar Beka.

Hal tersebut, ujar Beka, akan menjadi salah satu pembahasan dalam kegiatan Festival HAM yang akan diselenggarakan di Jember pada November mendatang.

Beka menjelaskan alasan mengapa Jember dijadikan tuan rumah untuk menggelar festival tersebut. Hal ini karena Kabupaten Jember banyak mengeluarkan kebijakan yang berperspektif HAM dan keadilan.

Salah satunya adalah penolakan izin usaha tambang yang dikeluarkan Kementerian ESDM untuk pertambangan emas di Silo, Jember, karena sesuai dengan keinginan masyarakat.

"Jember itu kalau soal konflik sosial, sampai saat ini tidak ada gesekan antarkelompok masyarakat. Kemudian, ada juga beberapa desa yang kemudian rumah ibadahnya saling bersebelahan, bisa saling bantu. Saya kira di tengah keringnya inspirasi bisa jadi contoh bagaimana toleransi indonesia itu masih ada," kata Beka.

Oleh karenanya Beka menegaskan pembahasan acuan kebijakan di daerah menjadi sangat penting untuk disampaikan ke kepala daerah agar bisa diratakan tanpa melanggar hak asasi kelompok tertentu.

Sejauh ini, sambungnya, Pemda merupakan pihak ketiga yang terbanyak diadukan masyarakat terkait pelanggaran HAM setelah kepolisian dan korporasi.

(ani/kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER