Diklaim Pangkas Kecurangan, e-Rekap Terhambat Kepercayaan

CNN Indonesia
Kamis, 01 Agu 2019 02:15 WIB
Penerapan sistem e-rekapitulasi diklaim bisa menekan potensi praktik jual beli suara pemilu, meski ada hambatan dari ketidakpercayaan publik.
Ketua KoDe Inisiatif Veri Junaidi. (CNN Indonesia/Bimo Wiwoho)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi mengatakan penerapan sistem rekapitulasi suara secara elektronik atau e-rekap bisa menekan potensi kecurangan berupa praktik jual beli suara dalam pemilu.

Veri beralasan sistem ini memangkas waktu perjalanan suara dari TPS menuju rekapitulasi di tingkat nasional.

"Sistem itu diharapkan akan menekan kecurangan hasil pemilu, salah satunya jual beli suara yang mengakibatkan penggelembungan dan penggembosan suara. Kalau prosesnya cepat, ruangnya semakin sempit," kata Veri di Kantor Kode Inisiatif, Jakarta, Rabu (31/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut pemantauan Kode Inisiatif, kecurangan terjadi dalam proses perjalanan suara dari TPS. Terutama saat rekapitulasi di tingkat kecamatan.

Permainan suara di tingkat bawah, menurut catatan Kode Inisiatif, berdampak pada perselisihan suara. Ada 285 dari 469 sengketa Pemilu 2019 di Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan penggelembungan dan pengurangan suara.

Rekapitulasi suara saat ini masih dilakukan secara berjenjang dan manual.Rekapitulasi suara saat ini masih dilakukan secara berjenjang dan manual. (Foto: ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)
"Apakah e-rekap akan 100 persen menutup proses kecurangan pemilu? Pasti tidak. Tapi sistem itu diharapkan akan menekan kecurangan hasil pemilu," ujar dia.

E-rekap juga disebut Veri sebagai acuan bagi peserta pemilu membuktikan dugaan kecurangan. Ia berkata selama ini peserta pemilu sering kali gagal membuktikan kecurangan karena tak ada data sandingan yang bisa diakses.

"Awalnya kan Situng (Sistem Informasi Penghitungan Suara) dibuat sehingga mereka bisa mengetahui di titik mana ada kesalahan rekapitulasi, penghitungan. Sehingga mereka bisa menentukan dalil-dalil dalam permohonan mereka dan memiliki bukti untuk kemudian mengembalikan suaranya," ucap Veri.

Di tempat yang sama, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi menyebut penerapan e-rekap terhambat oleh rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap teknologi.

Padahal, aku Pramono, KPU sudah siap menggunakan teknologi informasi dalam proses pemilu.

"Kalau secara teknologi kita akan mampu, tapi problemnya nanti adalah dari sisi potensi ketidakpercayaan masyarakat. Persis dengan pembangkit listrik tenaga nuklir, secara teknologi mampu, tapi orang-orang ramai menolak karena bahaya, radiasi, dan lain-lain," kata Pramono dalam sebuah diskusi di Kantor Kode Inisiatif, Jakarta, Rabu (31/7).

Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi.Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi. (CNN Indonesia/Bimo Wiwoho)
Pramono berujar pihaknya akan lebih giat mengedukasi masyarakat tentang urgensi dan keamanan penggunaan e-rekap. KPU akan menggelar diskusi-diskusi bersama kelompok masyarakat sipil terkait wacana ini.

KPU juga akan mendokumentasikan secara manual rekapitulasi di tingkat tertentu sebagai data sandingan jika terjadi sengketa perselisihan hasil.

"Misalnya e-rekap di kecamatan, nanti pencatatan manual di kecamatan juga harus dilakukan. Kalau ada apa-apa bisa dilacak salahnya di mana, untuk berjaga-jaga," tuturnya.

Sebelumnya, KPU menggulirkan wacana penerapan e-rekap pada Pilkada Serentak 2020. Mereka mengklaim sudah siap menerapkan sistem itu setelah menggunakan Situng sejak Pemilu 2004.

Hingga saat ini, ujarnya, KPU masih mengkaji terkait penerapan e-rekap di Pilkada Serentak 2020. Kemungkinan akan diterapkan sebagai pilot project di sebagain dari 271 daerah yang menggelar pilkada.

KPU juga mengkaji terkait mekanisme penerapan e-rekap. Utamanya soal landasan hukum dan teknis pelaksanaan. Pada pekan depan, KPU menjadwalkan Diskusi Kelompok Terfokus (FGD dengan pakar hukum tata negara dan pakar teknologi informasi.

"KPU sedang menimbang untuk menerapkan rekapitulasi elektronik pada Pilkada Serentak 2020. Yang dimaksud menimbang adalah berdasarkan pengalaman sejak 2004 kan sudah beberapa kali Situng digunakan, tapi belum hasil resmi," tutur Komisioner KPU Viryan Aziz saat ditemui di Hotel Grand Mercure, Jakarta, Kamis (4/7).

[Gambas:Video CNN] (dhf/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER