Karawang, CNN Indonesia --
Sejak
kebocoran minyak di blok Offshore North West Java (ONWJ) pada 12 Juli lalu, tidak sedikit warga di pedesaan pesisir
Karawang, Jawa Barat yang terdampak kesehatannya.
Banyak faktor yang memengaruhi kesehatan baik warga yang tinggal di sekitar pesisir, maupun mereka yang sekarang bekerja mengambil limbah di laut dan pantai. Mulai dari bau minyak yang menyengat, serta air laut dan pasir pantai yang tercemar kebocoran minyak dari anak perusahaan PT Pertamina tersebut pada 12 Juli lalu.
Dokter di UPTD Puskesmas Desa Sungai Buntu, Yan Benni Irawan mengatakan pihaknya sudah beberapa kali menangani dan mendapat laporan terkait pasien yang merasakan keluhan karena aroma limbah minyak yang membuat dada pasien sesak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di situ kan banyak tempat makan, ada yang tinggal juga di sana. Juga karena baunya menyengat banget nah mulai terasa sesak. Di nafas mereka terasa panas di dada," ujar Benni saat
CNNIndonesia.com berkunjung ke kantornya, Rabu (21/8).
Benni menerangkan gangguan pernapasan kerap dialami warga yang tidak bersentuhan langsung dengan limbah, namun terdampak aromanya.
Diagnosanya adalah iritasi saluran pernapasan hingga peradangan. Benni menerangkan andai peradangan terus terjadi, bukan tidak mungkin infeksi saluran pernapasan juga bisa membahayakan masyarakat.
"Ya kalau peradangan terus bisa infeksi, bisa ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)," katanya.
 Posko Kesehatan Pertamina di Kantor Desa Cemarajaya. Karawang. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Selain gangguan pernapasan, ada juga mereka yang mengeluhkan gatal-gatal di kulit. Menurut Benni justru lebih banyak laporan terkait pasien gatal-gatal dibandingkan yang mengalami sesak di dada.
"Dari tanggal 28 Juli sampai 4 Agustus kemarin yang dilaporkan sudah 17 orang. Kebanyakan memang di gatal-gatal. Sesak 6, sisanya 11 gatal-gatal," jelas Benni.
Salah satu pasien dokter Benni, Siti (25), mengaku merasa sesak di dada karena dirinya biasa berjualan di pinggir pantai Samudera Baru, Sungai Buntu. Menurutnya, hawa udara yang tercampur dengan aroma limbah minyak itu membuat dadanya sesak.
"Waktu saya rasain
mah dadanya sesak, sakit, langsung bersin-bersin," kata Siti.
"Pokoknya anginnya rasanya enggak enak, langsung menyengat ke dada," sambungnya.
Kepala Desa Sungai Buntu, Asep Saepul Rahman, mengatakan Posko Kesehatan dari PT Pertamina baru dibuat di desanya pada Rabu (21/8). Pendirian posko itu, katanya, baru dibuat setelah diusulkan warga desanya. Sebelumnya, kata Asep, baru mobil-mobil ambulans dan pengecekan rutin untuk para pekerja di lapangan saja yang datang ke wilayahnya hingga Selasa (20/8).
Salah satu dokter yang bertugas di Posko Kesehatan di Desa Sungai Buntu, Nova, mengatakan rata-rata keluhan pasien adalah mengalami gangguan saluran pernapasan, iritasi, dan peradangan kulit.
"Mungkin karena debu di sini kan pengaruh iklim ya, cuaca, paling matanya kering semua, iritasi," ujar Nova di Posko Kesehatan Pertamina yang dibangun di sebelah Kantor Kepala Desa Sungai Buntu, Rabu (21/8).
 Pasir yang tercemar tumpahan minyak mentah (Oil Spill) di pesisir Pantai Samudra Jaya, Karawang. Wajib mengenakan sepatu boots serta masker jika ingin mendatangi pantai di Karawang. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Sedangkan untuk peradangan kulit, Nova menyebut hal itu karena pekerja mengenakan sepatu boots yang kurang aman sehingga saat kondisi kulit lembab terkena air laut dan pasir, menyebabkan peradangan.
Pada hari itu, kata Nova, setidaknya hari itu ada 47 warga dan 10 pekerja pengangkut dan ojek limbah yang menyampaikan keluhannya.
Sama halnya seperti Nova, dokter dari Rumah Sakit Pertamina yang bertugas di posko kesehatan Desa Cemara Jaya, Triandana mengaku pihaknya mencoba mengobati warga semaksimal mungkin sesuai kemampuan dan prosedur.
"Untuk sekarang ini sudah banyak teratasi, enggak terlalu banyak dampak besarnya ke masyarakat," ujar Tria.
Ia juga mengaku ada sekitar 40 warga dan pekerja yang mengeluh mengalami gangguan diduga akibat limbah minyak setiap harinya.
[Gambas:Video CNN]
Kastini (40) merupakan seorang istri nelayan yang terpaksa ikut membantu suaminya mengumpulkan limbah minyak di pantai desa Cemara Jaya. Suaminya yang merupakan seorang nelayan tak bisa melaut karena limbah minyak yang mengotori laut Karawang hingga ke pesisir.
Kastini yang sedang bekerja mengumpulkan limbah minyak mentah dari tangannya ke sebuah karung saat
CNNIndonesia.com menghampirinya. Bau limbah minyak yang pekat itu memang terasa sangat menyengat sehingga bisa saja membuat pusing jika tak kuat.
Kastini dan sejumlah orang yang bekerja mengumpulkan limbah minyak itu ke dalam karung mengaku terpaksa berjibaku di tengah terik matahari meski ada risiko persoalan kesehatan.
"Ya takut sih batuk-batuk baunya menyengat," ungkap Kastini yang suaranya serak karena batuk yang dideritanya.
 Pasir yang tercemar tumpahan minyak mentah (Oil Spill) di pesisir Pantai Pelangi, Karawang. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Kastini mengaku dirinya sudah pernah mengobati keluhan kesehatan yang dialaminya pasca-insiden kebocoran minyak mentah itu ke posko kesehatan PT Pertamina yang didirikan di Balai Desa Cemara Jaya. Desa itu merupakan salah satu desa yang paling terdampak kebocoran minyak. Oleh karena itu PT Pertamina sudah menyiapkan posko sejak awal Agustus lalu.
"Sudah diperiksa sama dokternya tapi enggak sembuh. Disuruh berobatnya juga setiap hari," kata Kastini.
Kini, ia tetap berusaha membantu pembersihan minyak sambil terus terbatuk-batuk. Mereka bekerja di tengah terik matahari, cipratan air laut, harus menghirup bau minyak meski telah bermasker, dan membungkuk seharian. Kastini dan lainnya mencoba meringankan beban tersebut sambil sesekali bersenda gurau dengan sesamanya.
Selain Kastini, ada Gunawan (29) di desa Pusakajaya Utara. Gunawan merupakan seorang nelayan yang sudah tiga kali dalam bulan Agustus ini bergilir mengambil limbah di tengah laut menggunakan kapal nelayannya.
Gunawan mengaku sakit perut usai 3 kali melaut untuk mengambil limbah minyak mentah. Saat ditemui di rumahnya pun ia enggan berbicara banyak karena akan merasa mual jika berbicara. Hanya istrinya, Canis (28) yang banyak bicara mengenai kondisi suaminya tersebut.
"Baru datang dari perahu langsung ke rumah bilang, 'duh perut sakit'. Yang parah-parahnya itu dari hari Senin, tapi enggak muntah-muntah, cuma mual sampai buang air besar terus," ujar Canis.
 Warga turut membersihkan pantai dari tumpahan minyak yang berasal dari sumur Pertamina. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Canis mengaku baru membawa Gunawan ke klinik pada Selasa (20/8) lalu karena harus mencari biaya pengobatannya dengan berutang ke tetangga.
"Biasalah
nyari dana dulu ya ke tetangga," kata Canis.
"Kata [kata] dokter
mah ya dokter di sini cuma lambung. Kan datangnya enggak ke spesialis," sambungnya.
Canis mengaku selain setelah ada kebocoran limbah minyak, dirinya tak pernah melihat kondisi suaminya seperti saat ini setelah melaut.
"Tapi waktu mau berangkat mah kalau enggak sehat dia pasti bilang. Ini enggak. Biasa-biasa saja," katanya.
Kini, sambung Canis, suaminya hanya bisa beristirahat sambil menunggu kondisi kesehatan membaik.
Secara terpisah, Muhammad (38), yang sesekali melaut ikut mencari limbah juga merasa pekerjaan itu terlalu berisiko.
"Bau minyak, panas, meleleh kalau kena kulit lecet," ungkapnya.
[Gambas:Video CNN]