Saksi Ungkap Suap untuk Bowo Sidik Dicatat dalam Buku Khusus

CNN Indonesia
Rabu, 04 Sep 2019 22:36 WIB
Saksi mengungkapkan suap untuk Bowo Sidik tak dicatat dalam pembukuan perusahaan, melainkan buku khusus yang dibuatnya.
Pengadilan Tipikor Jakarta menggelar sidang lanjutan perkara yang menjerat Anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso, Rabu (4/9). (CNN Indonesia/Ryan Hadi Suhendra)
Jakarta, CNN Indonesia -- Saksi kasus dugaan tipikor yang menjerat mantan anggota DPR, Bowo Sidik Pangarso, mengungkapkan suap-suap yang diberikan kepada terdakwa itu tercatat dalam buku khusus.

Hal itu diungkap Direktur PT Inersia Ampak Engineering (IAE) M Indung Andriani yang hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara pengangkutan dan atau sewa kapal antara PT HTK dengan PT Pilog untuk terdakwa Bowo Sidik Pangarso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (4/9).

"Karena itu uang [dari Marketing Manager PT HUmpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasty langsung ke Pak Bowo, saya enggak mencatat di pembukuan kantor. Itu hanya saya catat di pembukuan saya, kalau sewaktu-waktu Pak Bowo menanyakan; saya (sendiri yang) membuat," ucap Indung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Indung yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini dihadirkan Jaksa Penuntut Umum untuk memberikan keterangan dalam sidang.

Indung mengungkapkan ada lima kali pemberian uang yang ditujukan kepada Bowo. Namun, hanya empat penerimaan saja yang didata dalam buku khusus tersebut. Ia menjelaskan, penerimaan kelima tidak tercatat lantaran ada operasi tangkap tangan oleh pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal tersebut diungkapkan menjawab pertanyaan jaksa.

"Dalam catatan itu ada empat kali penerimaan uang dari Asty, penerimaan uang kelima enggak dicatat?" tanya jaksa Ikhsan Fernandi.

"Yang kelima enggak dicatat karena OTT," jawab Indung.

Dalam perkara ini, Indung didakwa menjadi perantara suap Bowo Sidik Pangarso. Bowo disebut menerima uang sebesar US$163.733 dan Rp311.022.932 dari Direktur PT HTK Taufik Agustono dan Asty Winasty.

Penerimaan pertama terjadi pada 1 Oktober 2018. Asty melalui perantaranya mengirim uang ke Bowo Sidik melalui Indung. Uang sejumlah Rp221.523.932 diserahkan di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta. Indung ketika itu sedang dirawat di rumah sakit tersebut.

Sebulan kemudian, Asty kembali menyerahkan uang US$59.587 ke Indung di Coffee Lounge Hotel Grand Melia. Setelah itu, Indung lantas menyambangi kediaman Bowo di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, untuk menyerahkan uang tersebut.

"Fee ini terkait pengangkutan Amoniak oleh Kapal MT Griya Borneo bulan Juli, Agustus, dan September 2018 sebanyak 6 (enam) voyage/ trip," sebagaimana bunyi surat dakwaan.

Kemudian pada 20 Desember 2018, uang sebesar US$21.327 kembali diserahkan Asty ke Indung di Coffee Lounge Hotel Grand Melia, Jakarta. Selanjutnya Indung membawa uang tersebut ke kantor PT IAE dan diserahkan kepada Bowo.

Pemberian keempat terjadi pada 26 Februari 2019. Uang senilai US $7.819 diserahkan Asty melalui perantara ke Indung di Gedung Granadi, Jakarta Selatan. Lalu Indung dengan meminta bantuan seorang bernama Rasiman mengantar uang fee ke rumah Bowo.

Terakhir, uang sejumlah Rp89.449.000 diberikan pada 27 Maret 2019. Bowo menerima uang itu dari Indung yang sebelumnya bertemu Asty di Kantor PT HTK di Gedung Granadi, Jakarta Selatan.

"Dan sesaat setelah menerima fee ini, Indung ditangkap oleh petugas KPK," bunyi surat dakwaan.


Komisaris PT HTK Mengaku Tak Dilaporkan soal Uang untuk Bowo Sidik

Sementara itu, saat memberikan kesaksian, Komisaris PT HTK Theo Lekatompessy mengklaim tidak menerima laporan dari Taufik Agustono dan Asty Winasti perihal pemberian fee kepada Bowo Sidik.

"Apakah Bu Asty pernah melaporkan kepada saksi bahwa terkait dengan adanya kerja sama pertukaran sewa kapal pernah disampaikan kepada saksi juga ada pemberian atau anggaran fee kepada Pak Bowo?," Tanya Jaksa Ikhsan Fernandi).

"Tidak ada pembicaraan fee, kalau dilaporkan sudah pasti kami larang. Pak Taufik juga enggak pernah membicarakan," jawab Theo.

Walau begitu, Theo mengakui pembicaraan mengenai pertukaran sewa kapal antara PT Pilog dengan PT HTK pernah dibicarakan usai pertemuan di kantor PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC). Dia mengatakan pertemuan itu dihadiri pula oleh Bowo Sidik, Asty Winasti, serta Petinggi PT PIHC Aas Asikin Idat dan Ahmad Tosin.

"Pertama silaturahmi biasa, masa lalu dengan Pak Aas. Skema tukar sewa kapal di mana dibuka Asty bahwa bagaimana PT HTK menawarkan kapalnya MT Griya Borneo kepada Pupuk Indonesia. Kapal itu kapal amoniak," kata Theo.

Pada pertemuan tersebut pula, Theo mengaku tidak mengetahui siapa Bowo Sidik dan apa kepentingannya. Identitas Bowo, terang dia, baru disampaikan Asty usai pertemuan berlangsung.

"Saya diperkenalkan Aas ke Bowo. 'O, ini Pak Bowo'. Setelah itu saya baru tahu kalau dia Anggota DPR. Setelah selesai, saya tahu Bowo anggota DPR oleh Asty," jelas dia.

Selain perkara pengangkutan dan atau sewa kapal, Bowo juga didakwa menerima suap dari Direktur Utama PT Ardila Insan Sejahtera (Persero), Lamidi Jimat.

Ia disebut menerima suap sebesar Rp300 juta karena telah membantu PT Ardila Insan Sejahtera mendapat pekerjaan penyediaan BBM (Bahan Bakar Minyak) jenis Marine Fuel Oil (MFO) kapal-kapal PT Djakarta Lloyd (Persero). Serta telah membantu menagihkan pembayaran utang ke PT Djakarta Lloyd.

Atas ulahnya ini, Bowo Sidik didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang‎ pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 ‎Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.


[Gambas:Video CNN] (dhf/kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER