Jakarta, CNN Indonesia --
Mabes Polri membenarkan kepolisian telah menahan 179 pedemo aksi 30 September di kawasan
Gedung DPR. Mereka yang ditahan terdiri dari 2 pelajar, 2 mahasiswa dan 175 preman.
"Yang masih ditahan 179 orang. Rinciannya adalah dua oknum mahasiswa, ada dua oknum pelajar dan yang preman ada 175 orang. Inilah data terakhir," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (3/10).
Data ini sesuai dengan rilis Polda Metro Jaya. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan ada 380 orang ditetapkan sebagai tersangka dalam demo 30 September. Lalu dari jumlah itu ada 179 orang yang ditahan termasuk dua pelajar dan dua mahasiswa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelajar yang ditahan karena membawa senjata tajam. Terkena undang-undang darurat," tuturnya.
"Dan juga ada mahasiswa yang ditahan terkena [KUHP] pasal 170, [karena melakukan] pembakaran dan perusakan pospol. Itu ada dua orang," tambah Argo.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya mengungkapkan pada demo 30 September, polisi mengamankan total 1.365 orang, yang sebagian besar telah dilepaskan hingga tersisa 179 orang. Namun polisi tidak merilis detail berapa jumlah yang telah dipulangkan.
Mabes Polri melengkapi data tersebut terhitung sejak 24 hingga 30 September. Dalam periode itu polisi total sempat menangkap 1.489 orang peserta demo berujung kerusuhan di sekitar wilayah Gedung MPR/DPR/DPD.
Asep mengatakan penetapan tersangka terhadap 380 pedemo dilakukan oleh jajaran Polda Metro Jaya hingga Polres.
Adapun latar belakang yang memenuhi penetapan tersangka ke-380 orang ini adalah dianggap terlibat dalam aksi kerusuhan. Kemudian, mereka juga melempari petugas kepolisian.
Setelah itu mereka mengambil video secara amatir, lalu dibuat untuk disebarkan. Selain itu, diantara 380 orang tersebut ada yang membawa bom molotov dan merusak pos polisi.
Gelombang unjuk rasa mahasiswa di Jakarta dan daerah lain berlangsung intens dalam beberapa pekan terakhir. Dalam setiap aksinya para mahasiswa mengusung tema #ReformasiDikorupsi.
Mereka menuntut tujuh hal, yaitu pertama menolak RKUHP, RUU MINERBA, RUU Pertanahan, RUU Permasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan, dan RUU KKS. Lalu mendesak pembatalan UU KPK dan UU SDA yang baru sahkan. Kemudian mendesak pengesahan RUU PKS dan RUU PPRT.
Lalu kedua, mahasiswa menuntut pembatalan pimpinan KPK periode 2019-2023 pilihan DPR. Ketiga, menolak TNI & POLRI menempati jabatan sipil. Kemudian keempat, setop militerisme di Papua dan daerah lain, bebaskan tahanan politik Papua.
[Gambas:Video CNN]
Poin kelima, mereka juga meminta penghentian kriminalisasi aktivis. Keenam hentikan pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera yang dilakukan oleh korporasi, dan pidanakan korporasi pembakar hutan, serta cabut izinnya. Ketujuh, tuntaskan pelanggaran HAM, dan adili penjahat HAM, termasuk yang duduk di lingkaran kekuasaan.
Mereka juga meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu agar UU KPK yang baru batal digunakan. Demonstrasi ini beberapa kali berujung bentrok dengan aparat kepolisian, termasuk pada 30 September lalu di kawasan Gedung DPR.
(gst/wis)