Secara keseluruhan, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan bahwa pihaknya telah memproses hukum 119 orang kepala daerah sejak mulai berdiri pada 2002 silam.
"Dari 119 orang Kepala Daerah yang diproses KPK, 47 di antaranya dari kegiatan tangkap tangan atau hanya 39,4 persen. Sehingga, tidak sepenuhnya benar jika seluruh kepala daerah diproses melalui OTT," kata Febri saat dikonfirmasi, Selasa (8/10).
Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur menempati posisi teratas dengan 14 kepala daerah yang diproses hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya Sumatera Utara (12); Jawa Tengah (10); Sumatera Selatan (7); Riau dan Sulawesi Tenggara (6); Papua dan Kalimantan Timur (5); Aceh, Banten, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Lampung (4); Bengkulu, Maluku Utara, NTB (3); Kalimantan Tengah, NTT, Sulawesi Selatan (2); Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Jambi, Sumatera Barat (1).
"Itu data per 7 Oktober 2019, sejak KPK berdiri," terang Febri.
Terkait masih maraknya pejabat dan pembuat kebijakan negara yang tertangkap tangan oleh KPK, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengakui Indonesia belum berhasil dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
"Jadi kita belum berhasil. Semua institusi kita, pemerintah, KPK, belum berhasil betul menyelesaikan masalah-masalah korupsi ini," ujar JK di kantor wakil presiden, Jakarta, 30 Juli lalu.
Sementara itu, menyikapi masih banyaknya kepala daerah yang diproses oleh lembaga antirasuah KPK, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pun mengaku kecewa. Ia mengingatkan seharusnya kepala daerah mengetahui aturan yang berlaku.
"Seharusnya jadi kepala daerah itu, semua regulasi, aturan, dia harusnya tahu mana yang melanggar mana yang tidak," kata Tjahjo saat ditemui di Kantor Lemhannas, Jakarta, Kamis (5/9).
Selain itu, Tjahjo meminta agar setiap para kepala daerah untuk lebih hati-hati dalam menjalankan roda pemerintahan di daerah.
Saat seleksi capim KPK di DPR, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang terpilih kembali memimpin lembaga antirasuah untuk periode 2019-2023 itu mengatakan hanya orang goblok yang bisa kena operasi tangkap tangan.
Alex menyebut OTT adalah suatu hal yang mudah dilakukan dan tidak menarik. Namun kegiatan itu menyita perhatian besar dari publik melalui media.
"Saya tidak begitu terkesan dengan kegiatan OTT di KPK meski saya ada di dalamnya. Tidak membutuhkan teknik yang rumit, kalau boleh saya katakan, hanya orang goblok saja yang kena OTT. Orang tidak capek (melakukannya)," ucap Alex ruang Komisi III DPR RI, 12 September 2019.
Alex menerangkan KPK sebenarnya sudah melakukan banyak program terkait pencegahan. Namun kinerja pencegahan KPK tidak banyak diliput media massa dibandingkan operasi senyap alias OTT.
(ryn/kid)