Jakarta, CNN Indonesia --
Ombudsman Republik Indonesia menemukan dugaan maladministrasi oleh
kepolisian dalam penanganan
demonstrasi dan kerusuhan selama 21-23 Mei 2019. Hasil ini didapat dari proses investigasi dengan mengumpulkan sejumlah bukti hingga keterangan saksi.
Anggota Ombudsman Ninik Rahayu mengungkapkan temuan ini didapatkan setelah melalui analisis dan proses yang cukup panjang lewat Rapid Assessment (RA)
"Ada temuan maladministrasi terhadap empat hal antara lain cara bertindak, penegakan hukum sampai penanganan korban serta barang bukti, penyalahgunaan wewenang, penyimpangan prosedur dan tidak kompeten pada perencanaan dan plotting pasukan," papar Ninik Rahayu ditemui di kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (10/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun ia menyayangkan temuan serta saran dari lembaga pengawas pelayanan publik itu ditolak oleh perwakilan kepolisian. Hal ini diungkapkan Ninik dan anggota lain Ombudsman, Ahmad Alamsyah usai melakukan pertemuan tertutup dengan Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Pol Moechgiyarto.
"Ombudsman sudah melakukan serangkaian investigasi ini, mengumpulkan fakta-fakta, bahkan ada berita acaranya. Kemudian disusun laporan dari hasil RA. Ombudsman bahkan ditugaskan oleh UU untuk investigasi atas prakarsa sendiri. Dan Ombudsman sudah menyampaikan hasil RA, saran perbaikan," terang anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah.
Alamsyah menambahkan, temuan dan saran perbaikan tersebut memang bersifat sukarela. Namun bila terdapat penolakan seperti ini maka Ombudsman berwenang dan bakal bersurat ke Kapolri Tito Karnavian, Presiden Joko Widodo serta DPR.
"Kami akan melaporkan terjadi penolakan. Dan bila tidak direspons, lagi-lagi sesuai mandat Undang-Undang, Ombudsman akan menyampaikan ke Presiden dan DPR. Nanti bagaimana Presiden dan DPR menyikapi itu urusan mereka," tegas Alamsyah.
Anggota Ombudsman Ninik Rahayu mengungkapkan penolakan laporan berisi temuan dugaan maladministrasi oleh kepolisian ini baru pertama kali terjadi. Ia pun memastikan kejadian ini bakal menjadi catatan khusus.
"Bagi Ombudsman, penolakan ini menjadi catatan sebagai institusi yang melakukan pelayanan publik termasuk pelayanan publik penegakan hukum, dalam tanda kutip tidak mau diawasi kinerjanya," ungkap Ninik.
[Gambas:Video CNN]Temuan dan BantahanSebelum memberikan kesimpulan, Ninik mengungkapkan, temuan-temuan tersebut sudah tiga kali dikonfirmasi ke kepolisian namun nihil tanggapan. Ia pun meyakinkan, temuan dugaan maladministrasi ini diperkuat oleh analisis dan bukti yang dikantongi Ombudsman.
Ninik mencontohkan dugaan bahwa polisi tidak kompeten dalam menangani demo dan kerusuhan pada Mei lalu ditunjukkan dengan melesetnya prediksi intelijen.
"Ada perkiraan yang dibuat oleh intelijen itu kurang tepat dalam memprediksi jumlah, posisi dan waktu sehingga tidak kompeten dalam mendeteksi akan terjadi kerusuhan yang lebih besar," tutur Ninik.
Selain itu, polisi juga diduga melanggar prosedur dengan luput melaporkan secara berkala penggunaan senjata dan alat-alat lain dalam penanganan demonstrasi.
"Misalnya, kan ada penggunaan senjata dan alat-alat kepolisian yang seharusnya oleh atasan di lapangan itu dilaporkan setiap harinya. Dan hasil temuan kami, laporan sebagai bagian dari upaya evaluasi dan pengawasan ini yang tidak dilakukan secara efektif," tukas Ninik.
Dugaan maladministrasi lain ditemukan dalam proses hukum anak-anak. Kata Ninik, penanganan perkara sembilan anak yang seharusnya dilakukan khusus oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA) Polri malah ditangani Resmob Polri.
"Sebetulnya pertanyaan ini juga datang dari unit PPA. Jadi yang komplain bukan hanya dari masyarakat sipil yang menjadi pendamping, tapi juga unit SPPA juga menanyakan: kok bisa sih anak ditangani di sana?," cerita Ninik.
Meski begitu kata dia temuan tersebut dibantah kepolisian dengan berdalih penyidik Resmob memiliki sertifikat penanganan kasus untuk anak.
Atas serangkaian temuan tersebut, Ombudsman memberikan empat saran perbaikan ke kepolisian. Salah satunya, meminta Kapolri Tito Karnavian mengevaluasi secara menyeluruh.
Selain itu Ombudsman juga meminta pengawas internal kepolisian memeriksa dan menjatuhkan sanksi ke personel yang terbukti bersalah, melakukan proses hukum terhadap anggota polisi yang diduga melanggar hukum dan, membuka hasil investigasi polisi ke publik.
"Kalau ada oknum kepolisian yang juga melampaui kewenangan, menyalahgunakan wewenang, menyimpang prosedur penanganannya maka proses hukum. Dan masyarakat juga berhak tahu. Kalau membentuk tim investigasi tapi masyarakat tidak boleh tahu kan bisa menimbulkan pertanyaan," pungkas dia.
Namun begitu hal tersebut dibantah oleh Irwasum Moechgiyarto. Ia berdalih, perwakilan kepolisian bukannya menolak laporan Rapid Assesstment melainkan masih perlu membahas ulang hasil temuan Ombudsman.
"Kami tidak menolak hasil RA, namun hasil diskusi dengan ORI terkait hasil RA tersebut ada beberapa poin temuan yang masih perlu didiskusikan lagi," kata Moechgiyarto saat dikonfirmasi
CNNIndonesia.com melalui pesan singkat.
"Dan selain itu ada ruang-ruang hasil RA yang dalam konteks tugas pokok Ombudsman masih harus disamakan persepsinya," sambung dia.
(ika/dal)