Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Agus Rahardjo menyindir Menteri Dalam Negeri sekaligus Plt Menkumham
Tjahjo Kumolo yang berharap tidak ada lagi
operasi tangkap tangan (OTT) di periode kedua Presiden Joko Widodo.
Tjahjo mengutarakan itu saat pidato di depan ratusan perwakilan pemerintah daerah dalam acara Peluncuran Permendagri Nomor 70 Tahun 2019, Jakarta. Agus di acara dan mimbar yang sama langsung mengungkit harapan Tjahjo tersebut.
Agus mempertanyakan maksud pernyataan Tjahjo soal tak ada lagi OTT KPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pak menteri tadi sampaikan harapannya di pemerintahan kedua tidak ada OTT lagi. Saya terus terang enggak tahu ke depannya tidak ada OTT itu ke arah kita enggak ada lagi korupsi atau KPK-nya yang dimatikan? Saya
ndak tahu," kata Agus di Hotel Grand Paragon, Jakarta, Selasa (15/10).
Agus juga membeberkan ia sempat menanyakan nasib Perppu UU KPK kepada Tjahjo sesaat sebelum naik panggung. Namun tak ada jawaban lugas dari mantan Sekjen PDIP tersebut.
Dari atas mimbar, Agus mengingatkan Tjahjo bila 17 Oktober nanti Perppu juga belum keluar, maka akan berdampak pada jajaran komisioner baru KPK.
"Itu yang namanya pimpinan KPK yang sekarang duduk menjabat ini sudah bukan penegak hukum lagi. Karena undang-undang baru itu jelas, bukan penyidik, bukan penuntut. Jadi bukan penegak hukum lagi, dengan begitu kan ya mungkin
ndak ada OTT lagi," ucap Agus.
Agus menitip pesan untuk Jokowi lewat Tjahjo. Katanya, KPK masih berharap Jokowi bisa menyelamatkan KPK dengan mengeluarkan perppu.
"Tinggal dua hari Pak Nenteri, nanti tolong disampaikan ke Bapak Presiden kami menunggu kemudian harus seperti apa. Jadi kami menunggu saja," tutur dia.
Sebelumnya, Tjahjo menyampaikan harapan bahwa tidak ada lagi OTT kepala daerah oleh KPK pada periode kedua Jokowi. Ia merujuk data 119 kepala daerah yang tertangkap KPK pada lima tahun terakhir.
"Mudah-mudahan di kabinet kedua yang akan datang ini sudah tidak ada lagi OTT," ungkap Tjahjo saat membuka Peluncuran Permendagri Nomor 70 Tahun 2019.
(dhf/wis)