Meski begitu, pembagian tugas dan peran Ma'ruf sebagai wapres dinilai bakal banyak bergantung pada keputusan Jokowi. Selama lima tahun ke depan, Jokowi dinilai yang bakal banyak memegang 'kemudi'.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Adi Prayitno menilai Jokowi memiliki andil untuk bisa membuat Ma'ruf sebagai wapres yang biasa-biasa saja atau justru sebaliknya, membuatnya memiliki pelbagai fungsi strategis seperti yang dijalankan JK lima tahun terakhir.
"Itu semua tergantung Pak Jokowi, apakah [Ma'ruf] hanya ditempatkan sebagai wakil yang biasa-biasa saja, atau wakil yang seperti Pak JK," kata Adi kepada
CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kaca mata Adi, JK sebagai wapres punya banyak hal yang bisa dilakukan. Baik dari sisi politik, bidang ekonomi maupun sebagai mediator dalam penyelesaian konflik-konflik yang terjadi di pemerintahan.
"Sosok Pak JK itu banyak yang ia bisa lakukan, sisi politiknya dia jalan, ekonominya jalan, fungsi rekonsiliatornya juga ada, fungsi (jalan) keluar juga ada. Jika ada soal konflik-konflik juga dia mengambil peran," tambah Adi.
Atas dasar itu, Adi berpandangan bahwa Ma'ruf, terutama di awal tugas sebagai wapres tak akan lepas dari perbandingan dengan JK. Artinya Ma'ruf bakal berada di bawah 'bayang-bayang' JK.
Adi memprediksi Ma'ruf nantinya tak akan 'sekuat' JK sebagai wapres. Sebab Ma'ruf tak memiliki modal politik yang kuat sebagaimana JK.
Modal JK misalnya, didukung oleh statusnya sebagai tokoh senior Partai Golkar yang memiliki daya penetrasi disertai intervensi saat berhadapan dengan partai politik lain.
Modal itu dapat berfungsi sebagai daya tawar bagi JK untuk bersikap dan bertindak sehingga lebih leluasa saat bekerja di pemerintahan selama lima tahun ini ini.
"Sehingga berbagai
statement politiknya [JK] menjadi pertimbangan. Jadi ada pengaruh dan nilai tawar lebih di hadapan partai-partai politik lainnya," kata dia.
Melihat hal itu, Adi khawatir Ma'ruf justru hanya menjadi 'ban serep' di bawah kuasa Jokowi sebagai presiden usai dilantik. Ma'ruf dikhawatirkan juga tak bakal diberikan berbagai fungsi yang strategis karena daya tawar maupun pengaruh politik yang lemah di hadapan parpol koalisi pemerintahan.
"Nah Ma'ruf Amin saya lihat tak punya itu. Daya cengkram terhadap partai politik lemah. Saya khawatir akan jadi ban serep aja. Karena kita ketahui saat ini masuk dalam rezim parpol, mereka bisa menentukan arah kebijakan," kata Adi.
Untuk itu, Ma'ruf harus bisa memberi nilai lebih kepada Jokowi, karena terbiasa menjalankan peran kultural sebagai seorang kiai. Salah satunya adalah menjalankan peran rekonsiliatif untuk memperkokoh persatuan nasional pascapilpres.
"Fungsi-fungsi rekonsiliatif sebagai wapres harus dimaksimalkan oleh Ma'ruf. Karena usai pemilu kan masih ada keterbelahan antarmasyarakat. Kan basisnya di situ dia," kata dia.
Joko Widodo dan Ma'ruf Amin menyapa warga usai menyampaikan pidato kemenangan dalam Pilpres 2019 di Kampung Deret, Senen, Jakpus. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari). |
Birokrasi dan Ekonomi SyariahPeran dan kedudukan seorang wapres sejatinya diatur dalam UUD 1945. Namun pengaturannya tidak sejelas peran dan tugas Presiden, meski UUD 1945 sudah empat kali mengalami amendemen setelah reformasi.
Secara konstitusi, peran wapres disebut pada Bab III UUD 1945 tentang Kekuasaan Pemerintah Negara. Dalam Pasal 4 ayat 2 Bab dimaksud, wapres hanya bertugas membantu Presiden. "Dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden." Artinya tugas wapres tak ubahnya seorang menteri sebagaimana diatur UUD 1945 juga bertugas membantu Presiden.
Satu-satunya fungsi dan peran paling jelas seorang wapres dalam UUD 1945 tertuang pada Pasal 8 ayat 1. Di sana diatur bahwa wapres bisa bertugas dan berperan memimpin pemerintah dan negara menggantikan presiden, dengan catatan terjadi kejadian darurat, seperti Presiden diberhentikan atau meninggal dunia.
"Jika presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh wakil presiden sampai habis masa jabatannya."
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati memprediksi Ma'ruf nantinya akan banyak mengambil peran ke arah internal selama lima tahun ke depan sebagai orang nomor dua di pemerintahan.
Berbeda dengan Jokowi yang kerap blusukan ke berbagai daerah, Wasis memandang Ma'ruf akan mengandalkan sosoknya sebagai politikus senior untuk berperan dalam penguatan internal dan menjalankan reformasi birokrasi pemerintahan.
Dalam kampanye Pilpres 2019 reformasi dan penguatan birokrasi menjadi salah satu janji Jokowi-Ma'ruf. Mereka berjanji bakal melanjutkan reformasi dan penguatan birokrasi yang sudah jalan sejak pemerintahan periode pertama.
Reformasi birokrasi itu diantaranya mengelola pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya. Khususnya terkait dengan sistem perencanaan, penganggaran, dan akuntabilitas birokrasi.
"KMA adalah figur senior. Mungkin KMA akan berperan dalam penguatan internal birokrasi ini," kata Wasis beberapa waktu lalu.
Tak hanya itu, Wasis menilai sosok Ma'ruf juga dapat menunjang kinerja Jokowi dalam penguatan dan pengembangan ekonomi syariah. Mengingat Ma'ruf pernah mengemban jabatan di sejumlah perusahaan keuangan syariah, meskipun ia lebih kental dikenal publik sebagai kiai.
Sejumlah jabatan terkait ekonomi dan keuangan yang pernah dijabat diantaranya Ketua Dewan Pengawas Syariah pada empat bank syariah. Keempatnya, yakni PT Bank Muamalat Tbk, PT BNI Syariah, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank Mega Syariah.
"Saya pikir kalau melihat latar belakang pendidikan KMA ini akan lebih berperan dalam mengembangkan potensi ekonomi syariah di Indonesia," kata Wasis.
(rzr/asa)